45: Be Happy, Re

176 19 2
                                    

Aku tengah menunggu kelas keduaku di selasar gedung pusat ketika aku melihat Aksa dan Damar berjalan bersamaan. Dari arahnya, sepertinya mereka akan menuju gedung departemen mereka dari kantin. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi Damar berhasil membuat Aksa mengeluarkan senyumnya yang mahal itu.

Setelah satu minggu lebih kami tidak pernah bertemu, melihatnya kali ini membuatku teringat tempo hari.

Aku sedang membolak-balikkan lembar demi lembar buku yang berhasil kupinjam dari perpustakaan. Tangan kiriku mengelus-elus perut yang seperti sedang terjadi tsunami di dalam sana. Sialnya aku lupa menyiapkan persediaanku jikalau tengah menghadapi ujian—kuis kali ini. Aku terlalu gugup membayangkan kuis yang esok hari akan menyapaku.


Nada Imoet

Reeeee heeeelllppp

Regen

gue aja nggak bisa nolong diri sendiri

Nada Imoet

[photo]

Regen

hueeekk

tambah mual gue


Aku sedang akan mengejek Nada lebih lagi mengenai selfie-nya ketika sebuah panggilan Whatsapp dari nomor tidak dikenal mengubah layar ponselku. Dengan kening yang terkerut, aku mengangkatnya. "Halo?"

"Permisi, Mbak, ini saya dari gojek. Ini benar dengan Mbak...Re-Regen?"

Gojek?

"Iya, Pak, dengan saya sendiri. Ada apa, ya, Pak?" Aku tidak mengingat sedang memesan layanan online apapun.

"Ini, Mbak, saya udah di depan kosnya. Ada gosend buat Mbak."

Gosend? Dari siapa? Mahesa? Akan tetapi, dia tidak bilang apa-apa padaku. Juga akan lebih masuk akal jika dia mengantarkannya sendiri.

"Oh, iya, Pak, sebentar, saya turun."

Aku segera mengakhiri panggilan dan keluar kamar, menuruni tangga, kemudian berjalan melewati teras untuk menemukan Bapak Gojek telah turun dari motornya dengan tentengan di tangan kanannya.

"Mbak Regen?" tanyanya ketika aku berhasil mendekat.

"Iya, Pak."

Sang Bapak mengulumkan senyum ramah dan mengulurkan plastik putih tersebut. "Ini, ya, Mbak, paketnya."

"Dari siapa, ya, Pak? Saya nggak dikasih tahu soalnya."

Bapak tersebut mengecek ponselnya. "Dari Mas Aksara, Mbak."

Wait, what?

"Kalau begitu saya pamit dulu, ya, Mbak."

Segala alasan dan kemungkinan yang tengah kubayangkan buyar ketika Bapak Gojek mengeluarkan suaranya. Aku dengan ramah kemudian mengangguk. "Makasih, ya, Pak."

Aku berjalan sambil membuka plastik, melongokkan kepala untuk melihat isinya. Seperti yang bisa kuduga, isinya adalah chamomile tea, madu, dan coklat. Stok yang ia berikan dulu telah habis jika kalian bertanya. Apakah ia bisa menerawang dari kejauhan?

Segera aku membuat segelas chamomile tea dengan madu untuk meredakan perutku yang bergejolak.

Kembali ke meja belajar, aku langsung mengambil ponsel. Jariku sibuk mencari ruang obrolanku dengan Aksa yang telah tenggelam jauh. Setelah menemukannya, aku langsung membukanya untuk mengetikkan pesan.

Mysteriously MatchedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang