48: Reset (End)

792 28 4
                                    

Dengan suasana langit yang gelap, tidak terasa bahwa kami telah menghabiskan waktu yang tidak sebentar di hadapan api unggun. Jam yang melingkar di tangan kiriku telah menunjukkan hampir pukul jam satu pagi.

Beberapa mahasiswa ada yang telah memasuki tenda masing-masing ketika pukul sebelas tadi. Sekarang ini lebih banyak mahasiswa yang memutuskan untuk mengakhiri hari dan menuju tenda, menyisakan beberapa orang yang dapat dihitung jari.

Tidak berbeda dengan yang lain, aku dan Nada kemudian beranjak untuk menuju tenda kami yang berada di kedua paling pojok. Dua orang lain yang menjadi teman setenda kami sudah lebih dulu dari kami.

"Kamu tadi bohong, ya, Re?" tembak Nada saat kami sedang berjalan sambil memainkan pasir pantai dengan langkah kaki.

Aku menoleh kepadanya. "Yang mana?"

Nada berdecak. "Pura-pura bego, kan."

Tidak berniat untuk menjawab, aku hanya membalasnya dengan kekehan ringan. Nada juga tidak mengintrogasi lebih jauh lagi.

Aku tengah berdiri di belakang Nada yang sedang melepas sendalnya untuk memasuki tenda ketika kurasakan ada seseorang yang menarik sikuku. Tanganku lepas dari kantong jaket yang sedari tadi menampung. Aku berbalik dan menemukan Aksa yang sedikit terengah.

"Bisa ngobrol sebentar nggak?" ujarnya disela-sela menarik napas yang sedikit terburu.

Aku membutuhkan waktu sejenak untuk berpikir. Aku tahu, cepat atau lambat ini akan terjadi, bahwa aku dan Aksa perlu untuk membicarakan semuanya yang terasa menggantung sebelumnya. Mungkin sekarang inilah waktunya.

Aku menoleh pada Nada yang seakan juga menunggu jawabanku. "Nanti gue nyusul. Lo duluan aja."

Nada tidak langsung menjawabku, melainkan memandangiku dan Aksa secara bergantian. Aku tahu pasti banyak pertanyaan yang muncul di kepalanya. Akan tetapi, seakan telah mengerti, Nada kemudian menangguk dan masuk tenda.

"Yuk." Aku melepas pegangannya dan kembali memasukkan kedua tanganku ke dalam kantong saku jaket.

Tanpa suara, Aksa menyusul dan berjalan di sampingku.

Selama berjalan menyusuri bibir pantai, kami larut dalam keheningan. Tidak ada yang memecah suara terlebih dahulu. Aku rasa kami sama-sama menikmati bagaimana merdunya suara ombak yang memecah tepi pantai untuk berderai kemudian. Samar terdengar gelombang air yang membentur tebing di kejauhan. Angin malam dengan lembut membelai kulit.

Aku menghentikan langkah. Tanpa aku perlu untuk menoleh, aku tahu Aksa melakukan hal yang sama. Aku mendongakkan kepalaku untuk melihat bentangan langit kehitaman.

"Sayang banget, bintangnya dikit." Tidak bisa kupungkiri bahwa aku sedikit kecewa. Tebalnya awan menutupi indahnya hamparan bintang yang pernah aku lihat dahulu kala.

"Hmm..." Aksa hanya menggumam dengan balutan tawa kecil.

Aku menoleh dengan dahi yang terkerut, mencoba berpikir apa yang lucu sampai membuatnya tertawa.

Aksa kemudian mengambil posisi bersila di atas pasir. "Coba duduk sini dulu, Re." Ia menepuk-nepuk tempat di sebelahnya.

Dengan alis yang terangkat salah satu, aku tetap mengikuti perintahnya. Aku melihat tempat di mana kami berkumpul. Ternyata aku dan Aksa sudah berjalan cukup jauh untuk dapat melihat dengan jelas siapa saja yang masih berkeliaran, tapi sepertinya semua orang sudah masuk tenda masing-masing.

Aku kembali memandang pantai yang sudah samar batasnya dengan langit ketika menyadari Aksa mengeluarkan ponsel dari saku hoodie-nya. Jarinya sibuk bergerak menjelajah layar. Kemudian ia mengarahkan ponselnya ke langit seakan sedang memotret.

Mysteriously MatchedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang