"Dia bukan Mahesa."
Aku memecah keheningan di ruang kamar Alika. Alika yang tengah rebahan dan fokus dengan ponselnya menoleh ke arahku yang ada di sebelahnya. Nada yang ada di atas karpet sedikit mendongak untuk melihatku.
Aku mendorong laptop yang ada di depanku, kemudian membenahi posisiku yang sedang bersila. Nada memusingkan badan seluruhnya untuk menghadapku, meninggalkan tugas yang sedang ia kerjakan. Ia menggunakan posisi yang sama denganku.
"Kamu udah jadi nanya?" Nada yang menjawab terlebih dahulu.
Aku menganggukkan kepala sekali sebagai jawaban
"Terus?" Alika meletakkan ponselnya.
Aku memejamkan mata dan membuang napas. "Terus gue nggak tahu harus gimana."
"Lah, gimana toh, Re." Nada mendecakkan bibirnya. "Ya, yaudah to kalau emang dia bukan Mahesa? Kan kamu jadiannya sama Mahesa juga."
"Atau maksudnya lo mau cari tahu si M itu siapa?" Alika menambahkan pertanyaan.
Tidak bisa kupungkiri bahwa aku sedikit banyak ingin tahu sebenarnya siapa orang dibalik akun anonim tersebut. Dulu, Alika dan Nada mengatur jangkauan untuk pencarian ke dalam limit yang tidak terlalu luas. Satu dibanding...nevermind.
Ketika aku mengetahui kami mengetahui jadwal ujian yang sama, harusnya bisa dikerucutkan. Berapa banyak kampus di kota ini yang memiliki jadwal ujian yang sama? Berapa banyak masing-masing mahasiswanya? Oke. Aku mulai terdengar cukup gila, tapi intinya adalah seharusnya dia tidak-tidak jauh dari lingkunganku.
"Ya udah tanya aja dia siapa?" Nada berceletuk seakan aku melupakan hal termudah untuk mencari tahu dia siapa.
Aku memutar kedua bola mata. "Kalau emang segampang itu dia jawab ya sekarang gue udah tahu dong dia siapa, Ranada Samara."
"Hehehe." Nada hanya meringis. "Udah pernah tanya?"
"Menurut lo?" Duh.
"Hmm..." Alika menggumam. "Lo coba nggak nembak langsung tanyanya, deh, Re. Kaya dia kuliah di mana gitu dulu."
"Udah pernah, nggak dijawab." Aku membeberkan fakta.
"Terus apa dong yang dijawab?" Nada Alika menunjukkan sedikit kekesalan.
"Dia kuliah?" Aku menjawab ragu-ragu. "Seangkatan sama kita."
"Wis? Itu tok?" Nada membulatkan matanya.
Aku mengangguk pelan.
"Kenapa bisa-bisanya lo ngechat orang nggak jelas, sih, Re?" Alika mengerutkan keningnya.
Aku melengos. "Heh! Siapa yang mulai? Kalian berdua, ya!"
Apakah perlu aku mengingatkan mereka bagaimana awal dari semuanya ini? Kalau saja mereka tidak bertindak 'iseng', tentunya aku tidak akan berada di fase ini. Aku tidak akan seperti remaja labil yang masih bisa dibikin gusar oleh orang asing yang dikenal melalui dunia maya. Konyol.
"Tapi kan kamu juga dulu awalnya nggak mau!" Nada tidak mau kalah. "Ya nggak, Al?"
"Nah, betul. Jadi, ya, kira lo udah nggak lanjut, lah." Alika menggerakkan kepalanya naik turun dengan cepat. "Lagian terakhir kali kan kita nggak tahu dia bales atau nggak dan nanya gimana lanjutannya. Lo juga nggak cerita, cuma bilang nggak nyambung aja."
Aku diam. Benar juga apa yang dikatakan mereka. Ketika M membalas, aku sedang seorang diri dan setelahnya pun aku tidak pernah benar-benar bercerita kepada Nada dan Alika. Awalnya aku tidak mau menjadi bahan ceng-cengan mereka dengan berkata bahwa kami tidak nyambung. Lama-kelamaan aku merasa obrolan yang kami lakukan menjadi terlalu private untuk dengan entengnya aku ceritakan ke seseorang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mysteriously Matched
RomanceRegen tidak suka sesuatu hal yang rumit. Akan tetapi, seakarang ini ia dihadapkan dengan persimpangan; masa lalu yang muncul kembali tanpa aba-aba, masa depan yang terlalu menggoda untuk dilewatkan, dan seorang anonim yang mampu mengalihkan perhatia...