34: Proper Classic Date

144 15 1
                                    

"Bodo. Aku masih sebel. Masa iya aku levelnya sama kaya penonton." Nada masih menggerutu melalui panggilan video.

"Emang kayanya kita udah nggak dianggep temen aja, sih, Nad," balas Alika. "Tapi dipikir-pikir, gue nggak kaget juga, sih. Rangga sempet nyeletuk bakal bawain lagu Mahesa, katanya buat Regen."

Aku berdecak. "Gue lupa. Salahin lah itu ujian sama dies," kilahku sambil menata rambut di depan kaca.

"Lupa?!" pekik Nada. "Bisa lupa kalau udah jadian?! Kalau ngeles yang make sense dikit, lah, Re."

Aku tergelak. "Beneran sumpah. Gue mikirnya ya gue udah cerita."

"Beneran otaknya di dengkul ini anak," sinis Alika.

Aku hanya mengangkat bahu, lalu menyemprotkan parfum secukupnya. Aku mengambil ponsel yang kugeletakkan di atas meja, akhirnya melihat wajah Nada dan Alika yang masih bersungut-sungut.

"Lubang idung lo kurang gede, Nad," candaku.

"Bodo. Biar kuhirup semua oksigen di dunia ini. Biar lo nggak jadi bucin." Nada menyeringai.

"Doi udah sampe mana emang, Re? Niat banget, sih, nyamperin dari Bandung," sahut Alika.

Aku melihat ruang chat dengan Mahesa. "Belum bales lagi, sih."

Beberapa hari lalu saat kami melakukan panggilan video, Mahesa bersikeras untuk menghampiriku di Jakarta. Memang setelah kami jadian, kami harus berhadapan dengan ujian akhir semester. Lalu aku sibuk dengan segala tetek-bengek dies. Setelah itu, kami harus berpisah karena libur semester.

"Gue nembaknya aja udah nggak romantis, masa kita juga nggak pernah nge-date yang proper gitu. Let's count it as our first date." Begitu ucapnya tempo hari lalu.

Saat kembali melihat cermin untuk membenarkan letak rambutku, sebuah pesan masuk.


Mahesa

Bentar lagi sampe, udah masuk kompleks


"Udah mau sampe katanya," laporku pada Nada dan Alika.

"Pokoknya gue nanti nagih cerita first date!" palak Nada.

Aku terkekeh. "Sana lo tuh first date sendiri, biar nggak nagih punya orang lain mulu."

"Nah, betul itu betul." Alika menyetujui.

"Hellooooo, tolong cariin jodohnya dulu ibuk-ibuk." Nada memutar bola matanya.

Aku terkikik. "Udah, ah. Bye!" Aku menekan tombol merah untuk mengakhiri panggilan.

Menyambar tas yang sudah kupersiapkan, aku segera keluar kamar. Aku berpamitan dengan rumah kosong karena Papa dan Mama tengah bekerja. Tepat saat aku menginjak tangga terakhir, muncul pesan Mahesa yang memberitahukan bahwa ia telah sampai.

Aku mengunci pintu, kemudian berjalan melintasi halaman kecil depan rumah. Dibalik gerbang hitam sudah terparkir mobil hitam milik Mahesa. Mobil yang sama yang kami gunakan untuk pulang dari Jogja bersama dengan Alika dan Rangga.

"Cantik banget pacar siapa, nih?" sambut Mahesa setelah aku berhasil duduk di kursi penumpang.

"Siapa, ya? Pasti ganteng, sih, orangnya," balasku dengan canda.

Mahesa tergelak, lalu mengelus kepalaku. "Udah cantik, nggemesin pula."

Aku menjulurkan lidah. "Jadi, mau ke mana?"

"Classic date. Dimulai dengan nonton. Mau nonton film apa? Gue belum milih soalnya takut lo nggak suka." Mahesa mengulurkan ponselnya yang telah membuka aplikasi untuk membeli tiket bioskop. "Gue oke apa aja."

Mysteriously MatchedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang