29: Lucu, Kamu

156 19 1
                                    

M

akhirnya udah bisa napas yaa

Regen

kemarin2 juga napas kali

mati dong kalo kaga

M

lucu banget lo re :)))

Regen

makasih

gue emang lucu

M

bener sih

makanya gue suka


Jariku terhenti untuk beberapa saat. Akan tetapi, akal sehatku lantas berpikir bahwa ucapannya bukanlah hal yang berarti. Suka bukan berarti harus mengarah ke sana. Suka sebagai teman juga ada.


Regen

selain lucu gue emang nyenengin sih


Dua minggu berjalan begitu cepat dan lambat. Begitu cepat karena sekarang aku harus dihadapkan kepada tugas kepanitiaan. Begitu lambat karena aku harus melewati ujian yang menguras tenaga dan pikiran.

Minggu lalu, pembagian kelompok untuk social project telah diumumkan oleh Aksa. Sejujurnya, tidak begitu penting juga untukku pembagian kelompok. Toh, aku tetap harus mengikuti semua kegiatannya selama dua hari. Paling yang akan membedakan pada hari pertama, apakah aku ikut dengan tim bersih-bersih alun-alun atau ke mangrove.

Dari daftar yang diberikan di grup besar—termasuk para volunteer—aku mendapatkan jatah untuk pergi ke mangrove. Oleh karena itu, saat ini aku tengah menunggu kedatangan Aksa. Hal tersebut karena mobilku akan dipakai untuk mengangkut barang-barang yang diperlukan untuk social project.

Semalam, aku menawarkan untuk menghampiri Aksa. Namun, dia menolaknya dan lebih memilih menghampiriku. Padahal, kan, tidak efektif. Aksa menghampiriku menggunakan motor, lalu ia titipkan di kosku, kemudian kami berangkat bersama.

"Aku jemput, eh, bukan, ding. Aku ke kosmu aja, Re," ucap Aksa semalam melalui sambungan telepon.

"Ya, kan, kamu bisa aku jemput aja, Sa, kalau bareng mah." Aku mencoba memberikan usulan yang lebih logis.

"Nggak pa-pa. Atau kamu keberatan misal aku nitip motor di kosmu?"

"Hmm...nggak, sih." Kedua sudut bibirku turun ke bawah.

"Kalau gitu aku ke sana aja. Kan malahan kamu tinggal duduk aja, aku yang nyetir."

Kepalaku mengangguk-angguk meskipun tidak dapat dilihat Aksa. "Seenak kamu aja, deh, Sa."

See? Kalian juga menyadari betapa tidak efektifnya usulan dari Aksa bukan? Namun, aku sudah terlalu lelah untuk berdebat lebih lanjut. Jadi, aku biarkan saja Aksa ingin melakukan apa. Setidaknya satu hal yang benar dikatakan oleh Aksa, aku hanya tinggal duduk manis.


Aksara

re, di bawah


Begitu membaca pesannya, aku langsung menyambar tas dan kunci mobil yang telah kusiapkan di atas meja dan berjalan keluar kamar. Di bawah, Aksa masih terduduk di atas motornya. Dengan kaos hitam yang ia lapisi dengan kemeja berwarna khaki, perhatiannya tertuju pada ponsel di genggamannya. Menjadi ketua Divisi Acara tentunya tidak mudah.

Mysteriously MatchedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang