7: Interogasi

280 31 0
                                    

Perlukah aku mengucap syukur karena bebanku hilang satu? Proses wawancara sudah lewat. Pengumuman siapa yang diterima juga sudah dua hari diumumkan lewat akun resmi BEM. Oleh karena itu, sekarang ini kami beramai-ramai berkumpul untuk rapat perdana. Jadi, sepertinya bukan waktuku untuk mengucap syukur karena pada saat inilah tanda aku kembali menjadi budak proker.

Si ketua Randi, dibantu dengan Nada, harus kelabakan kemarin lusa untuk mencari ruang yang lebih besar agar dapat menampung kami semua. Biasa, bukan mahasiswa namanya kalau tidak dilakukan mendekati deadline. Untung saja salah satu dari tiga ruangan yang biasa digunakan untuk seminar masih kosong.

Semua panitia telah duduk rapi di atas kursi yang tertata melengkung dan semakin naik ke belakang. Kami, para ketua divisi, wajib untuk duduk di depan.

"Halo! Selamat sore semuanya!" Randi dengan lantang menyapa semua orang yang ada di ruangan.

"Sore!" Semuanya serentak menjawab.

"Nggak usah pakai mic lah, ya. Kedengeran, kan, suaraku?" tanya Randi memastikan.

Beberapa anak menjawab bahwa suaranya terdengar.

"Mantap!" Randi memberikan senyum Pepsodent. "Mungkin buat memulai acara ini, kita kenalan dulu kali, ya. Kan katanya nggak kenal maka nggak sayang."

Aku dengan refleks memberikan gestur ingin muntah, yang mendapatkan gamparan di bahu oleh Rio. Rio ini Wakil Ketua dan merangkap sebagai Penanggung Jawab untuk Paper Competition. Anak Teknik Sipil dan seangkatan denganku.

"Mungkin beberapa udah kenal, ya, sama koornya masing-masing karena interview sebelumnya. Nah, buat yang pertama, kenalin aku Randi sebagai ketua rangkaian dies natalis tahun ini."

Kemudian, dilanjutkan dengan Rio yang berdiri dan memperkenalkan diri. Begitu pun seterusnya. Dilanjutkan dengan Sekretaris, Bendahara, Acara, Public Relation, Sponsorship, Logistik, Konsumsi, dan PDD.

"Nah, buat perkenalan semua anggota nanti, bisa seiring waktu berjalan, ya. Atau mungkin bisa tuh PC sendiri dari grup," canda Randi.

"Emang dasar bibit gatel tuh nggak bisa diilangin," celetuk Rio.

"Right. Emang orang gatel biasanya langsung bisa ngedeteksi orang gatel sekitarnya, sih," balasku dengan suara sedikit berbisik.

"Sialan," kekeh Rio.

"Buat selanjutnya mungkin bakal dijelasin secara singkat, ya, agenda kita nanti bakal ada apa aja. Untuk detail-nya, bisa nanti dijelasin koor kalian masing-masing. Untuk agenda keseluruhannya bakal dijelasin singkat sama Mas Aksa, ya." Randi menjelaskan.

Begitu namanya dipanggil, Aksa bangkit dari duduknya dan menuju depan. Ia memberikan isyarat pada Nada yang memegang laptop untuk memunculkan presentasi di layar yang telah terpasang di sisi kanan tempatnya berdiri.

"Aku jelasin singkat aja, ya," ucap Aksa tanpa basa-basi intro apa pun.

Sepertinya penjelasan Aksa tidak perlu aku ulangi, karena isinya sama persis dengan apa yang dijelaskan dengan Randi sebelumnya. Hanya beberapa tambahan umum.

"Jadi, udah tahu, ya, buat Divisi Acara nanti PR-nya apa aja. Semangat!" Randi telah mengambil alih posisi Aksa yang telah kembali duduk di kursi paling ujung, berjarak tiga kursi dariku.

Rapat berjalan setelah beberapa panitia mengajukan pertanyaan. Ketika dirasa tidak ada yang perlu dibahas lebih lanjut, kami sepakat untuk membubarkan rapat.

"Haaahh." Aku membuang napas panjang dan menarik kedua tanganku tinggi-tinggi.

"Awas mangap jangan lebar-lebar ada laler, Re," tukas Rio sambil terkekeh. "Gue duluan, ya." Ia pergi sebelum mendapat jawaban. Memang dasarnya basa-basi saja!

Mysteriously MatchedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang