33: Confession

161 22 6
                                    

"Udah lo sekalian dateng aja biar nggak bolak-balik," candaku kepada Mahesa yang ada di belakang setir.

Mahesa tergelak. "Terus ngegabut nunggu acara mulai gitu?"

"Ya bantuin gue, lah!"

Mahesa mengacak rambutku. "Udah sana, katanya telat tadi."

Aku melihat jam yang melingkari pergelangan tangan kiri. "Nggak jadi. Lo ngebutnya keterlaluan soalnya."

"Apaan. Baru ngegas dikit aja lo udah ngomel," kilah Mahesa. Ia meraih botol minum yang ada di cup holder di antara kami lalu memberikannya padaku. "Sana. Ngomelnya nanti lagi."

Aku menerima botol berwarna hitam tersebut dan memandangnya untuk beberapa saat. "Buat gue ini?"

"Buat Nada," jawabnya datar.

Aku menarik kedua sudut bibir ke bawah.

"Ya buat elo lah! Buat Regen seorang." Mahesa mencubit pipiku pelan. "Jangan diilangin. Nanti gue digetok nyokap."

Senyum merekah di wajahku. Aku tidak mengira bahwa Mahesa tipe seseorang yang 'peka' seperti ini. Entah dorongan apa yang memberikanku keberanian, sekejap aku memajukan badan dan memberikan kecupan singkat di pipinya.

"Thanks!" Aku meringis dan langsung keluar dari mobil, meninggalkan Mahesa yang masih terkejut dengan aksi yang kulakukan.

Merapikan lanyard yang menggantung di leher, langkahku terhenti ketika melihat Aksa yang tengah berjalan mendekati. Sesaat pandangannya terfokus pada sesuatu di belakangku.

"Nge-GoCar?" tanyanya tanpa basa-basi.

Ada apa dengannya? Apakah hanya aku yang merasa canggung setelah peristiwa beberapa hari lalu? Yah, dia Aksara Malik Arganta. Tidak ada situasi yang bisa menggoyahkan sikap tenangnya. Terlewat tenang malah. Berbeda denganku yang tidak bisa tidur untuk beberapa malam. Peristiwa apa yang aku maksud? Akan aku ceritakan lain waktu. Sekarang biarkan aku fokus dengan tugas terakhirku dulu.

Aku menggelengkan kepala. Namun, ia tidak memberikan pertanyaan lagi.

"Yuk, bentar lagi briefing." Ia berbalik dan berjalan menjauh.

Aku mengikutinya dari belakang. Berjalan melintasi area lapang menuju belakang panggung, tempat diselenggarakannya festival musik sebagai penutup rangkaian acara dies natalis. Aku memindai panggung yang telah siap, meski masih membutuhkan beberapa detail minor. Satu jam lagi hingga para pekerja yang bertanggung jawab datang untuk menyelesaikannya.

Semua panitia telah berkumpul memenuhi ruangan tenda putih. Randi sebagai ketua panitia memberikan semangat dan motivasi secukupnya. Selebihnya, Aksa menjelaskan apa saja yang perlu kami perhatikan kembali agar acara berlangsung dengan lancar. Kertas kecil berisi rundown acara diberikan kepada kami.

"Buat detail juknis, bisa lihat file yang aku kirim beberapa hari kemarin di grup. Semoga udah baca semua, ya. At least, paham apa tugas masing-masing." Aksa dengan serius memberikan briefing kepada kami, mengingatkanku bagaimana bawelnya Divisi Acara menyuruh masing-masing Koordinator untuk membuat detail petunjuk teknis. "Koornya juga minta tolong tetep dijaga dan diarahin, ya, anak-anaknya."

Setelah beberapa kalimat tambahan darinya, kami membubarkan diri untuk mengerjakan tugas masing-masing. Aku dengan sibuk menghubungi guest star utama yang akan mengisi acara. Bersama dengan Daffa aku bergegas pergi ke bandara untuk menjemput mereka. Sempat aku melihat Aksa yang telah kesana-kemari memastikan semuanya aman dan lancar.

Baru juga berapa menit, udah keringetan aja.


Mysteriously MatchedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang