Play the song
Relate banget sama chapter ini
😭😭Happy reading
Kencengin vote sama komennya yukk
🤍
Jarak antara rumah keluarga Gabriel dan apartemen Hugo sebenarnya tak jauh. Hanya 30 menit perjalanan. Namun kepergian mereka kali ini yang karena diusir oleh sang ayah membuat perjalanan terasa sangat panjang jauh. Selama perjalanan Javvas mengunci rapat mulutnya. Pandangannya mengarah ke samping, namun tatapan matanya kosong. Sesekali bulir air mata jatuh di pipinya. Mario beberapa kali mencoba mengajaknya berbicara. Namun Javvas tetap membisu.
Ia terlalu syok karena hubungan yang mereka sembunyikan selama 3 bulan ini tiba-tiba saja diketahui oleh kedua orang tuanya. Ia ceroboh. Mereka ceroboh. Mereka bersikap seolah tidak ada orang lain yang mengenal mereka yang bisa saja melihat interaksi keduanya saat berkencan di luar rumah. Seharusnya mereka lebih menjaga sikap. Karena sungguh, Javvas sangat tidak siap hubungannya diketahui secepat ini. Ia belum siap. Ia masih ingin menikmati manisnya jalinan cinta berdua dengan Mario. Ia takut kedua orang tuanya akan memaksa mereka untuk berpisah.
Javvas yang tengah melamun terkejut kala tangan hangat Mario menyentuh punggung tangannya. Ia menoleh pada sang kakak.
"Kita udah nyampe," ucap Mario lembut.
Javvas sedikit tersentak. Ia memandang sekeliling. Dilihatnya suasana sekitar. Nampak sebuah gedung apartemen mewah di hadapannya. Di kejauhan dilihatnya sosok Hugo mendekat. Mario segera mematikan mesin mobil dan melepas sabuk pengamannya. Melihat Javvas hanya terdiam, ia membantunya melepaskan sabuk pengamannya. Lalu dari luar Hugo membukakan pintu mobil untuk si adik. Namun Javvas bergeming. Ia menatap kosong gedung bertingkat di hadapannya. Mario dan Hugo saling pandang.
"Sayang," panggil Mario seraya menyentuh lembut tangan Javvas.
Pemuda itu menoleh.
"Ayo turun."
Javvas mengangguk. Lalu ia turun dari mobil.
"Hai Jav," sapa Hugo.
Javvas tersenyum. Bukannya senang, Hugo justru bersedih. Senyuman itu. bukan senyum yang biasa. Senyuman itu nampak penuh luka. Dan Hugo benci itu. Ia benci melihat orang yang dikasihinya terluka seperti ini.
"Hai, Kak. Maaf ya, kami ngerepotin lo," ucap Javvas lirih.
"Ngomong apa sih Jav!? Lo kaya' sama sapa aja ngomongnya begitu!" balas Hugo.
"Tapi Jav emang bener Go. Dengan kami tinggal disini otomatis kami ngerepotin lo," sahut Mario yang tiba-tiba saja sudah di sisi Javvas dengan 2 koper di tangannya.
"Udahlah. Gak perlu ngomong gitu. Gue begini karena gue peduli sama kalian," ucap Hugo terdengar tulus.
"Thanks, Go," ucap Mario lagi.
"You're welcome. Udah yukk masuk. Hari udah mau gelap. Siniin satu kopernya. Gue bantu bawa," ucap Hugo seraya menunjuk pada Javvas yang kembali melamun.
Mario mengangguk. Ia menyerahkan salah satu koper pada Hugo. Lalu dengan lembut diraihnya tangan Javvas yang membuat pemuda tersebut tersentak.
"Ayo," ucapnya lembut seraya tersenyum.
Javvas mengangguk. Lalu mereka berjalan masuk dipimpin oleh Hugo. Mario yang pikirannya tengah kalut tak menyadari jika pemuda yang digandengnya berjalan dengan terpincang-pincang. Hingga Hugo menoleh saat akan memasuki gedung. Ia yang melihat cara jalan Javvas bertanya begitu keduanya mendekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother Complex | MarkNo (END)
RomanceKetika cinta jatuh pada orang yang tepat tapi pada tempat yang salah. Salahkah bila mencintai saudara sendiri? BxB MarkNo