C. Marahan

1.3K 90 8
                                    

Happy reading

       

      

"Aaargh!"

Mario mengerang frustasi. Ia menarik rambutnya sendiri. Sudah beberapa hari ini dia sangat sibuk di kampus. Berangkat pagi, pulang sore bahkan malam. Selama berada di kampus, jangankan memegang ponsel, Mario bahkan lupa akan benda itu sepenuhnya. Ia membiarkan benda persegi panjang itu berada di tas. Jika tidak terlalu lelah, ia akan mengecek ponselnya. Memeriksa email juga chat yang masuk.

Ia bukannya tidak membaca pesan Jav dan kedua orang tuanya. Mario membacanya. Hanya saja ia ragu untuk membalas dikarenakan perbedaan waktu antara kedua negara. Ia selalu memperhitungkan waktu yang selisihnya mencapai 11 jam itu. Dan Mario tak ingin mengganggu jam istirahat di malam menjelang pagi. Selain itu ia kerap kali terlalu lelah hingga tak sempat membalas ataupun menghiraukan ponselnya.

Persiapan menjelang kompetisi, Mario bekerja ekstra keras demi hasil yang memuaskan. Ia dan 5 anggota timnya yang lain bahkan sering melewatkan jam istirahat serta jam makan siang mereka.

"Mana janji Abang yang bilang bakal usahain hubungi adek? Abang beneran lupa ato pura-pura lupa!?"

Kalimat yang diucapkan Javvas di telepon sebelumnya terngiang-ngiang di telinga Mario. Kalau boleh jujur, Mario mengakui jika ia lupa akan janjinya untuk mengusahakan tetap menghubungi Javvas. Oleh karena itu ia langsung menghubungi Javvas ketika ia telah selesai melakukan segala persiapan. Namun yang didapatnya justru membuatnya kesal.

Tak dapat dihubungi sejak malam sebelumnya, sang kekasih ternyata sedang menghabiskan waktu dengan pemuda lain. Pemuda yang pernah atau bahkan masih menaruh hati pada Javvas.

Cemburu? Tentu.

Iri? Jangan ditanya.

Bagaimana tidak. Hubungan mereka terhalang jarak ribuan kilometer. Untuk bertemu sangatlah susah. Rindu yang ia rasakan semakin hari semakin besar. Ia sangat ingin berjumpa dengan Javvas. Ia sangat ingin mengusap lembut pipinya, mengelus penuh kasih puncak kepalanya, serta memeluk dengan hangat tubuh langsingnya.

Betapa Mario sangat merindukan Javvas. Jika saja tidak terikat dengan jadwal kuliah yang padat, ia sudah nekat pulang demi menemui sang pujaan hati. Namun tekadnya untuk lulus dengan nilai terbaik membuatnya berpikir ulang. Mario tidak ingin mengecewakan Jayed juga Thami. Ia ingin memberikan yang terbaik untuk mereka, juga untuk Javvas kelak.

"Yo, ada apa?" tanya Jungwoo yang baru keluar dari kamar mandi.

"Gapapa. Lagi kesel aja," jawab Mario.

"Kesel kenapa? Kesel sama siapa? Masih soal Jav?"

Mario mengangguk.

"Apa yang terjadi?"

Mario lalu menceritakan percakapannya dengan Javvas di telepon. Dan Jungwoo mendengarkannya dengan seksama.

"Mau denger pendapat gue?" tanya Jungwoo setelah Mario selesai bercerita.

Mario mengangguk.

"Menurut gue, Jav bukan sengaja mau pergi tanpa pamit. Lo sendiri ngakui kan kalo belakangan komunikasi kalian kurang. Ah, bukan kalian. Tapi lo. Lo yang gak ngubungi dia. Jadi dia juga sedikit ngelupain lo. Dia yang resah, kesel, sedih, lagi sendirian juga di rumah, trus tiba-tiba ada yang ngajakin jalan, kenapa mesti nolak? Toh dengan jalan dia bisa sedikit ngurangi kekesalannya, ngurangi kesedihannya."

Brother Complex | MarkNo (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang