N. Sidang

1K 72 9
                                    

Happy reading

    

     

Thami membuka pintu kamar rawat Javvas selebar mungkin. Di belakangnya sang suami mengikuti dengan kedua tangan penuh bawaan. Di tangan kanannya membawa sebuah paperbag ukuran cukup besar yang tampak sangat berat. Sementara di tangan kirinya terdapat kantong plastik super besar yang berisikan berbagai macam camilan dan susu. Lalu Thami, tangan kirinya juga nampak membawa sebuah paperbag.

Mendapati keadaan yang cukup hening, keduanya masuk dengan perlahan-lahan. Sebisa mungkin tak menimbulkan suara. Lalu pandangan keduanya tertuju pada ranjang Javvas. Dimana kedua putranya tidur dalam keadaan saling berpelukan. Masih dalam posisi yang sama, dimana Javvas tidur berbantalkan lengan Mario. Sesaat kemudian keduanya saling pandang lalu tersenyum. Mereka tahu, kedua putranya saling merindukan.

Jay dan Thami meletakkan barang bawaan mereka di atas meja dengan hati-hati. Namun tanpa mereka duga, si sulung rupanya sudah bangun. Ia menatap keduanya dari ranjang. Dan saat menoleh, Thami nampak terkejut.

"Abang udah bangun?" tanyanya spontan.

"Ssstt... Bu, pelanin suaranya," ucap Mario setengah berbisik.

Thami sontak menutup bibirnya dengan tangan. Sang suami yang berada di sisinya mengetuk kepalanya pelan.

"Maaf, bubu reflek," ucapnya dengan suara sepelan mungkin.

Mario hanya mengangguk perlahan, ia tak berani bergerak, takut Javvas terbangun.

"Bang," panggil Jay juga dengan suara pelan.

Mario menoleh. Pandangannya kemudian mengikuti arah tangan Jay yang menunjuk nakas sisi ranjang yang berisi sarapan Javvas dari rumah sakit.

"Kok gak dimakan?" tanya Jay.

"Adek gak mau. Katanya gak enak. Adek maunya makan masakan bubu," jawab Mario.

Jay hanya geleng-geleng kepala mendengarnya. Sementara Thami mendekat pada Javvas. Diusapnya perlahan belakang kepala sang putra yang tengah tidur menghadap pada Mario.

"Eung."

Javvas merasakan usapan kepala itu. Ia menggeliat. Membuat Thami membeku sejenak dan menghentikan kegiatannya.

Mario menggunakan kesempatan itu untuk memindah kepala Javvas. Terus terang tangannya mulai mati rasa karena sudah 2 jam digunakan Javvas sebagai bantal. Ia melingkarkan sebelah tangannya yang bebas pada kepala Javvas. Lalu mengangkatnya perlahan dan membebaskan sebelah tangannya dari kepala sang adik. Thami dan Jay ikut lega kala Mario berhasil melakukannya tanpa membangunkan Javvas. Namun tiba-tiba tangan kurus Javvas mencengkeram kaos yang melekat di dada Mario.

"Abang disini aja," rengeknya.

Suaranya terdengar serak khas orang yang mengantuk.

"Enggak. Ab-" Belum sempat Mario menyelesaikan kalimatnya, sudah dipotong oleh Javvas.

"Jangan balik ke Boston!"

Mario bertukar pandang dengan Thami dan Jay mendengar rengekan Javvas yang ternyata masih terlelap. Sesaat kemudian ketiganya tertawa.

"Ngelindur dia!" ucap Jay di sela tawanya.

"Kalo abang pergi nanti adek sama Kak Theo aja!"

Kali ini mata ketiganya membola.

"Kak Theo?" tanya Mario.

Perlahan ia lepaskan tangan Javvas dari dadanya. Lalu bangkit dengan sangat hati-hati, agar tidak membangunkan Javvas. Setelah itu Mario beranjak turun.

Brother Complex | MarkNo (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang