Kamar yang dihiasi bunga mawar merah membuat aroma yang lembut bertebaran. Kelopaknya yang halus berserakan di kasur dengan sprei berwarna putih. Bahkan ada sebagian yang disusun sedemikian rupa membentuk hati. Kamar ini akan menjadi kamar pengantin yang romantis. Namun malam yang ditunggu terasa terganggu dengan pengantin laki-laki yang tiba-tiba sakit. Surya Dana, sejak resepsi, ia tak berhenti muntah-muntah tampa sebab. Bahkan dokter sudah memeriksanya."Aduh, bagaimana bisa sakit sih? Papa sudah mengingatkan kamu. Kalau mau jadi pengantin jangan keluyuran. Ini udah hampir hari-H keluar rumah terus!" omel Joni pada putranya.
"Pa, sudah ah. Sebaiknya kita pergi. Biarkan mereka beristirahat," ucap Desi pada suaminya. Ia sedikit segan pada besannya yang juga masih di sini.
"Kan, Ibuk sama Ayah pulang ya. Jaga suamimu dengan baik." Ibuk berpesan sebelum mereka pergi.
Setelah semuanya keluar, sekarang hanya ada Kandita dan Surya di kamar pengantin mereka.
"Ya ampun Mas. Kenapa bisa begini sih?" ucap Kandita, baru saja orang tuanya dan orang tua Surya pergi. Laki-laki itu kembali mutah. Kali ini sepertinya sudah cukup parah. Hanya cairan kuning yang keluar.
"Apa malam pertama kita diundur saja?" ucap Kandita membantu suaminya ke kasur.
"Enak saja. Mas sudah menunggu ini sangat lama ya."
"Lama gimana? Kau lupa ya Mas, aku sudah pernah kau unboxing."
"Waktu itu kita kan khilaf."
"Sekarang?"
"Sekarang kan kita sudah sah. Pasti feel-nya berbeda. Ayo lakukan itu," ucap Surya seketika memeluk tubuh istrinya.
"Benar, sekarang sudah sah. Aku masih belum bisa percaya, Mas," ucap Kandita dengan raut yang sedikit sedih.
"Apa kau tidak bahagia kita menikah?" tanya Surya khawatir.
Kandita tersenyum sambil mengusap wajah suaminya yang terlihat letih.
"Aku sangat bahagia dan beruntung, Mas. Terimakasih sudah memilihku lagi," ucap Kandita menarik leher suaminya.
Cup