Biasakan kebiasaan vote dan komen dulu sebelum baca ya bestie...
Happy Reading....
Malam yang selalu terasa dingin semakin menusuk perasaan rindu yang parah pada sosok yang begitu Surya cintai sejak ia masih berumur 15 tahun.
Waktu itu ia memberanikan mengungkapkan jati dirinya dengan menyukai seseorang yang sama sepertinya 'laki-laki'. Dia sangat menyukai seseorang di sekolahnya. Laki-laki itu begitu baik padanya sehingga Surya muda dengan mudah jatuh cinta dengan hati yang masih rapuh tersebut.
Siang itu laki-laki ini berulang tahun. Surya datang ke acara tersebut dengan membawa kado istimewa untuk anak laki-laki yang ia sukai. Tapi siapa sangka. Surya juga mengungkapkan perasaannya di acara ulang tahun. Ia begitu karena terbiasa dengan kehidupan homo di mana Surya di besarkan di Thailand. Namun tempat tinggal barunya sejak ia berusia 12 tahun di Indonesia tidak sama dengan lingkungan Thailand di mana anak laki-laki saling menyukai satu sama jenis adalah hal yang biasa saja. Namun di sini hal tersebut bukanlah hal yang mudah sehingga Surya mendapatkan pukulan keras di wajahnya ketika ia terang-terangan mengungkapkan cinta. Surya adalah orang yang to the point.
Sejak saat itu Surya dengan pamor anak yang populer di sekolah dengan ketampanannya berubah menjadi laki-laki homo yang menjijikkan. Semua orang bersorak jijik dengannya sehingga saat itu Surya di kucilkan meskipun sejak dulu ia lebih nyaman sendirian. Tapi yang membuatnya sakit adalah banyak hinaan yang datang padanya sehingga Surya cukup terluka.
Ia sangat marah dan ingin membalas ketika teman-temannya mengatakan kalau dia orang homo yang menjijikkan. Mereka menyuruh Surya memasukkan penisnya sendiri ke dalam pantatnya. Atau minta ayahnya untuk mengisi lubang pantatnya sendiri dengan penis. Sambil mereka tertawa dan melempar Surya dengan makanan.
Surya sangat marah dengan ucapan mereka. Ia tak tahan lagi. Bahkan rasa sukanya pada anak laki-laki itu langsung hilang. Ia ingin membalas dengan ucapan tajam. Namun tiba-tiba seorang anak laki-laki datang yang mengemas beberapa cemilan yang di lemparkan pada Surya.
Dia sambil berkata, "Tidak bisakah kau menolaknya saja tampa menghinanya. Apa salahnya perbedaan. Itu hanya sebuah rasa. Jika mau menyalahkannya, salahkan saja Tuhan yang sudah menciptakan perasaan di hatinya," ucap anak laki-laki dengan berani mengembalikan barang-barang yang mereka lemparkan pada Surya.
Surya yang tadinya ingin memaki ulang teman-temannya mengurungkan niatnya. Ia lebih tertarik pada anak laki-laki yang baru saja membelanya. Surya mengejar ketika anak laki-laki dengan mata coklat itu kembali pada dua orang temannya.
"Kenapa lu ikut campur?" ucap salah satu dari temannya.
"Lihat, mereka jadi tertarik padamu," bisik temannya yang satu lagi.
"Ayo kita pergi saja," ajak anak laki-laki itu butu-buru, tapi langkahnya dihentikan Surya.
"Tunggu!" ucap Surya.
Anak laki-laki dengan mata coklat itu menoleh.
"Kenapa kau membela ku? Apa kau tidak ikut jijik dengan orang seperti ku?" tanya Surya.
"Aku tidak membela. Hanya saja aku benci orang-orang membedakan perbedaan."
Sejak saat itulah Surya melihat Arjuna Kandita. Ia selalu dekat dengan laki-laki yang membelanya itu. Namun sialnya Arjuna Kandita tidak kurang peka jika Surya selalu berada di dekatnya.
Ia harus berhenti melihat Arjuna Kandita karena Surya harus kembali ke Thailand untuk melanjutkan pendidikannya hingga ia sangat merindukan laki-laki kecil yang pernah ia sukai sejak usianya 15 tahun. Surya kembali setelah ia dewasa.
Surya dengan terang-terangan menjelaskan pada orang tuanya ingin melihat Arjuna Kandita lebih dekat. Tentu saja ayahnya Surya sangat terkejut dengan penyimpangan tersebut. Namun ia bersyukur setelah mencari tahu, ternyata anak yang putranya sukai adalah anak dari sahabatnya dan yang kebetulan memiliki kelainan hormon. Tapi siapa sangka, ibunya atau nenek Surya sendiri yang mengacaukan keinginan cucunya untuk memiliki seseorang yang ia sukai sejak usianya 15 tahun.
"Nak Surya. Apa kau datang lagi?" ucap Ibuk (ibunya Arjuna Kandita) ketika mantan calon menantunya duduk di teras rumahnya saat malam hari.
Surya terkejut dengan ia bangkit dan meminta maaf.
"Maaf, saya datang lagi, Buk. Saya tidak tau kenapa langkah saya selalu ke sini," ucap Surya. Ia sendiri pun tak habis pikir kenapa langkahnya selalu membawanya ke rumah Kandita setiap hari.
"Masuk Nak Surya. Astaga, kenapa kau tidak mengetuk pintu," ucap Ibuk menarik Surya ke dalam rumahnya. Surya nampak gemetar dengan hujan dan angin di luar sana.
"Siapa, Buk.. Nak Surya? Astaga. Kapan kau datang. Apa Nak Surya datang berjalan kaki sehingga basah kuyup begini?" ucap Ayah Kandita terkejut dengan keadaan mantan calon menantunya.
"Entah lah Yah. Sepertinya Nak Surya sudah lama duduk di luar."
"Kenapa Nak Surya tidak masuk saja sih?" keluh Ayah menghampiri Surya yang di suruh duduk oleh Ibuk lalu Ibuk pergi ke belakang membuat teh hangat untuk Surya.
"Surya tak ingin mengganggu. Lagian sudah malam."
"Kalau sudah malam kenapa Nak Surya datang ke sini?" ucap Ayah membuat Surya hanya menunduk. Jujur ia datang karena merindukan Kandita.
Surya sudah sering seperti ini, bahkan setiap hari ia datang ke rumah Kandita. Ia duduk di teras rumah Kandita seperti orang gila. Tapi ia tak peduli dengan hawa dingin yang mungkin menusuk tulangnya. Ia merasa sedikit mengusir rasa rindunya jika di sini.
Tak lama datang Ibuk dengan dua cangkir teh. Ia pergi lagi seperti masuk ke dalam kamar milik Kandita.
Lalu ia kembali menghampiri suami dan mantan calon menantunya.
"Nak Surya, ganti bajunya dulu. Nanti kau masuk angin. Ini milik Kandita, pakailah," ucap Ibuk menyerahkan pakaian putranya pada Surya.
"Tidak apa, Buk. Surya pulang saja," tolak Surya tak enak.
"Ini sudah malam. Lagian di luar hujan. Kau mau kemana dengan kilat di luar?" ucap Ayah melarang Surya pergi dari rumahnya.
"Menginaplah di sini dan gunakan kamar Kandita," ucap Ibuk.
Surya berjalan masuk ke dalam kamar calon bidadarinya. Ini bukan kali pertama Surya menginap di sini sehingga hatinya begitu senang dengan keberadaannya di ruang kamar Kandita. Ia masih merasakan kehadiran Kandita apalagi sarung bantal Kandita yang ia hirup sekarang, aromanya sangat seperti Kandita. Bukankah Surya sekarang seperti orang mesum? Rupanya tidak bantal yang ia hirup sangat dalam tapi pakaian yang Ibuk Kandita berikan barusan juga ia hirup dan peluk sangat erat alih-alih untuk memakainya. Ia tidur dengan pakaian basah saja dengan menghayal kalau sambil memeluk Kandita.
Surya masih terjaga. Ia tak berhenti memandangi potret Kandita yang tersebar di ruang kamar ini seolah ia sedang mengamati Kandita meski sekarang sudah pukul 11 malam.
Bersambung....
