Sebelum baca minta tanda bintangnya ya sama ulasannya di kolom kemontar ya.
Happy Reading
Suasan cukup rumit, Kandita dengan pasrah mengikuti seseorang yang mengaku Dokter dan Suster. Ia terpaksa dengan keadaan. Seorang Nenek yang tengah pingsan menjadi ancaman.
Tak lama seseorang yang memenuhi pikiran Kandita menunjukkan dirinya.
"Ternyata benar, kau dibalik ini semua, Nek!" ucap Kandita dengan senyum khas-nya. Tidak ada raut takut sedikitpun yang Kandita tunjukkan di depan seorang Nenek yang bernama Tami.
Nenek Tami terlihat sinis melihat Kandita yang sangat berani di depannya.
"Hari ini kau akan tamat laki-laki jadi-jadian!" ucap Tami semakin percaya diri.
"Laki-laki jadinya." Kandita tertawa membuat Tami heran.
"Benar, kau benar, Nek. Bahkan aku sedang hamil sekarang." Kandita mengusap perutnya yang kencang.
"Apa kau berpikir akan mencelakainya untuk mengambil kebahagiaanku?" ucap Kandita. Tami yang berdiri di depannya seperti tertawa.
"Tentu saja agar Dona merasakan kepedihan!"
"Dona? Owh, karena Nenek ternyata. Lalu kenapa kebahagiaanku yang akan kau rebut, Nek?"
"Kau mencoba mempermainkan ku hah!" ucap Tami sedikit kesal dengan nada ucapan Nenek Tami.
"Mempermainkan? Aku ketakutan, Nek. Kau menculikku sekarang hanya karena permasalahan kau dengan Nenek Dona. Ada apa, Nek? Apa kau merasa iri?" Kandita kembali tertawa sehingga Tami semakin kesal.
"Kenapa kau sangat naif seperti ini, Nek?"
"Naif?"
"Hmmm, sangat naif! Bahkan kau sendiri tidak tau apa yang membuat dirimu bahagia."
"Dengan menghancurkanmu aku akan bahagia!"
"Tidak, Nek. Bukan menghancurkan aku, tapi melihat temanmu hancur bukan?"
"Teman?" Kali ini Tami yang tertawa.
"Apa aku salah? Bukankah kalian berteman?"
"Kandita! Aku sudah bilang jangan mempermainkan aku!"
"Bukan aku yang mempermainkan, mu, Nek! Tapi kau!" ucap Kandita, ia bangkit dan menatang Tami.
"Lihatlah dirimu, Nek. Tidak bisa kah kau di usia seperti ini memperhatikan dirimu sendiri dari pada memperhatikan kehidupan orang lain? Bahkan kau melakukan hal yang tak terpuji dengan menculikku dan Nenek. Untuk apa, Nek? Untuk membuat kegelisahan mu berkurang? Kau salah, Nek. Aku yakin kau akan semakin gelisah. Kau pikir ayah dari anak ini tidak akan tinggal diam jika sesuatu terjadi padaku?"
"Apa kau mencoba mengancamku hah!"
"Bukan, Nek. Aku hanya memperingati Nenek. Kau tau, dulu aku sangat menyukaimu. Kau baik dan bisa melihat perbedaanku." Kandita tersenyum sambil membuang wajahnya. "Itu bohong bukan?" tanya Kandita menoleh pada Tami.
"Tapi aku sadar setelah itu. Meskipun kau memperhatikan dengan bohong. Kau melakukan itu demi Loli bukan? Atau apa karena kebencian mu pada Nenek Dona? Kau tidak ingin kesempurnaan datang pada keluarganya?"
Kandita kembali duduk, ia sedikit lelah berdiri, sambil ia usap perutnya, "Nek, kebencianmu telah merenggut cinta di sekeliling mu, Nek?" ucap Kandita mendongak pada Tami.
"Bahkan cinta pada dirimu sendiri juga kau renggut, Nek. Aku kasian pada Loli. Dia kehilangan Nenek yang selalu mendukungnya."
"Beraninya kau kasian pada cucuku!"
"Cucuku? Benar, dia cucumu, Nek. Cucu yang ingin kau lihat kebahagiaannya dan aku mohon padamu sebelum semuanya menjadi kacau, berhentilah sekarang agar repotasi semua orang tidak hancur hanya karena kebencianmu pada Nenek Dona."
***
Surya semakin gelisah, ia belum bisa menemukan istrinya, bahkan ia juga sudah melapor pada pihak yang berwajib namun kenyataannya istrinya masih sukar dihubungi. Ketika jantungnya akan meledak mencari Kandita, laki-laki cantik itu muncul di depannya dengan senyum khasnya.
Surya langsung berlari dan memeluk Kandita dengan menumpahkan seluruh rasa takutnya.
"Kenapa kau terlihat ketakutan, Mas?" ucap Kandita pada suaminya, jelas saja hal itu seperti mimpi bagi Surya, jika benar ada penculikan. Namun apa, Kandita pulang seperti tidak terjadi sesuatu.
"Kau ke mana saja? Kenapa kau tiba-tiba menghilang di rumah sakit? Asal kau tau kau diperiksa Dokter gadungan, Kan!"
"Siapa bilang yang memeriksaku Dokter gadungan? Lihat ini Mas, aku baru saja di periksa dan kau pasti terkejut dengan hasilnya," ucao Kandita menyerahkan cetakan USG.
"K-kenapa ini ada dua?" ucap Surya setelah melihat potret ditangannya.
"Kau tau artinya, Mas?" Kandita tersenyum lagi lalu sedikit berbisik pada suaminya. "Bayi kita kembar," ucap Kandita cukup membuat mata Surya lebar. Bahkan ia masih syok dengan penculikan Kandita lalu bagaimana bisa Kandita memberikan kejutan yang sangat membahagiakan seperti ini.
"Kan? Kau tidak bercanda kan? Bagaimana bisa kau mendapat pemeriksaan? Bukan kah tadi kau di culik?"
"Di culik? Siapa yang mengatakannya? Owh ... apa ODGJ di rumah sakit tadi yang kau maksud?"
"Kan! Jangan berbelit-belit dan membuat Mas cemas!" ucap Surya tak sabar.
"Hey, tenang lah. Kau selalu kalut jika menyangkut tentang ku?"
"Kan! Bagaimana aku tidak kalut! Kau di culik!"
"Mas... Aku tidak di culik. Bagaimana bisa aku di culik sih? Aku baru saja memeriksakan diri bersama Nenek."
"Nenek? Di mana Nenek sekarang. Kenapa kau tidak bersamanya?"
"Tenanglah, kenapa kau tidak tenang sih? Nenek baik-baik saja dan sedang pergi bersama teman lamanya."
"Teman lama? Teman lama siapa?"
***
Sudah 52 tahun kebencian di antara dua sahabat yang sewaktu mereka muda begitu erat namun ketika salah satu dari mereka menikah, persahabatan yang sangat lengket itu menjadi renggang.
"Aku tidak pernah memikirkan perasaan, mu, Tam," ucap Nenek Dona. Mereka berdua tengah bicara emoat mata di sebuah kafe. Keduanya telah siap mencurahkan hati masing-masing.
"Hanya karena perbedaan yang kita miliki dulu, aku begitu melukai perasaan, mu." Nenek Dona membuka luka yang telah lama di simpan.
"Bahkan aku sendiri yang memulainya!" Dona menunduk dengan sejumput air mata sehingga Tami bangkit. Ia berjalan di belakang punggung Dona.
"Tidak, Don. Bukan kau yang salah. Aku yang salah. Seandainya dulu aku tidak menutupi perasaan kita. Semuanya tidak akan menderita seperti ini." Tami ikut menitikkan air mata.
52 tahun, saat mereka berumur 24 tahun. Tami dan Dona sama-sama mengecap pendidikan yang sama. Mereka begitu dekat sehingga sebuah perasaan terlarang datang. Ya mereka terjerat hubungan cinta. Cinta dengan arti untuk saling memiliki. Namun kebahagiaan mereka tersudut ketika norma dan adat tidak membiasakan mereka untuk melanjutkan cinta yang besar. Kala itu Dona sangat ingin mengungkapkan ini, namun Tami belum siap mendapatkan kritikan. Ia terus mendorong untuk menyembunyikan hubungan cinta ini hingga pada suatu ketika, Dona lelah, ia menemukan cinta yang benar, seorang laki-laki datang padanya. Bukan hanya gender, ini murni karena cinta walaupun sebenarnya cintanya pada Tami lebih besar, namun karena perbedaan budaya yang beredar Dona harus merelakan cintanya. Hal tersebut membuat Tami terluka hingga cintanya berubah menjadi kebencian hingga saat ini saat cucu-cucu mereka juga memiliki cinta yang menyimpang.
Keduanya telah mencurahkan hati yang selama ini terisi dan hari ini terlupakan. Mereka berdamai dengan lika-liku masa lalu.
Bersambung....
Apakah ada plotwis?