Kandita tersenyum tipis setelah panggilan vidio terputus. Ia meletakkan ponselnya di atas nakas. Matanya cukup berat sekarang sehingga ia sangat mudah masuk ke alam mimpi. Baru saja ia berada di dunia berbeda. Suara bising datang pada ponselnya sehingga Kandita kembali duduk dengan mata yang cukup sipit."Ada apa sih, Mas? Apa kau melupakan sesuatu?" ucap Kandita setelah menjawab panggilan Surya.
"Tebak Mas di mana?" ucap Surya menjauhkan ponselnya sehingga mata Kandita yang tadi sipit terbuka sempurna.
"Kenapa kau di depan rumahku, Mas!"
"Kan kau sendiri yang menyuruh Mas datang tadi?"
"Astaga, Mas... Aku hanya bercanda." Kandita mengurut keningnya melihat kenekatan calon suaminya.
Ia buka jendela kamarnya untuk melihat Surya. Pria yang sangat merindukan calon istrinya langsung melompat dengan mudah. Ia sudah berada di dalam kamar Kandita.
"Mas sangat merindukanmu," ucap Surya seketika memeluk Kandita.
"Astaga, lihat pria ini. Aku masih ingat dulu kau mengatakan, 'jangan Kandita, nanti kita khilaf' lihat sekarang, kau bahkan berlari datang ke sini di tengah malam." Kandita menggeleng heran melihat tingkah Surya.
"Kita sudah terlanjur khilaf. Ya sekalian saja." Surya menaik turunkan alisnya dengan pikiran yang liar.
"Jangan macam-macam deh, Mas."
"Siapa yang macam-macam. Mas cuma merindukan Kanditanya Mas. Apa itu salah? Lagian Nenek seharian menyabotase dirimu. Mas kan jadi rindu."
Surya memonyongkan mulutnya untuk meminta sebuah ciuman.
Kandita hanya bisa menggeleng dengan senyuman kecut. Sungguh jauh di dalam benaknya juga merindukan pria mesum di depannya.
"Baiklah. Hanya sekali saja," ucap Kandita mempersiapkan bibinya.
Surya langsung berbinar. Ia tak sabar memakan bibir tebal di depannya. Baru saja bibir mereka saling bertemu. Suara Ayah Kandita cukup mengejutkan keduanya.