Pukul satu malam, dalam kegelapan dan keheningan Nazwa berjalan seorang diri menuju Masjid. Biasanya Nazwa selalu melakukan itu bersama sahabatnya kalau tidak Gus Raka, namun kali ini dia ingin menyendiri.
Sampai di Masjid, Nazwa bergegas mengambil wudhu setelah itu masuk dan duduk di bagian pojok kanan shaf ke- 2 dari depan.
Usai melaksanakan shalat malam, Nazwa menunduk merapalkan bacaan dzikir, tanpa disadari air matanya kembali menetes. Diatas sajadah itu Nazwa menangis menumpahkan segala keluh kesah dalam hatinya. Tak ada suara lain selain isakan dari Nazwa.
Sementara disisi lain, seseorang tidak sengaaja mendengar suara isakan tangis, karena penasaran orang itu segera masuk ke dalam Masjid melihat seorang santri sedang tertunduk dengan bahu yang bergetar.
Tanpa menunggu lama, orang itu segera menghampiri dan menyentuh bahu nya.
Nazwa yang terkejut langsung menghapus air matanya lalu mendongak dengan wajah sembab, dirinya nampak terkejut rupanya ada orang lain yang mendengar tangisan nya.
"Ustadzah Naila. " Lirih Nazwa.
"Kamu kenapa Ning? Ada masalah apa? Kenapa nangis disini sendirian? " Tanya Ustadzah Naila lembut.
Nazwa menerbitkan senyum tipisnya seraya menggelengkan kepala pelan mengisyaratkan bahwa dirinya baik-baik saja.
"Ning.. Jangan di pendem gitu, cerita saja sama saya.. Ini tentang Bayi Ning Amara kan? Maaf tadi saya sempat mendengar pembicaraan kamu dengan sahabat mu. " Tutur Ustadzah Naila. Niat tadi ingin mengecek santriwati, Ustadzah Naila malah tidak sengaja mendengar pembicaraan Nazwa alhasil beliau jadi tau tentang kebenaran itu.
"Nazwa mohon untuk sekarang jangan kasih tau siapa-siapa dulu Ustadzah.. Biarkan Abah memberikan keputusan untuk permasalahan ini. " Pinta Nazwa.
"Iyaa Ning, saya tidak akan memberitahukan hal ini kepada siapapun. "
"Ustadzah boleh Nazwa tanya sesuatu? " Tanya Nazwa.
"Silahkan Ning, tanyakan saja apa yang ingin kamu tanyakan.. In sya Allah saya akan menjawabnya jika saya tau jawaban nya. " Jawab Ustadzah Naila.
"Apakah untuk masalah Nazwa ini, harus ada poligami? Bagaimana dasar hukum nya? "
Ustadzah Naila tersenyum simpul, beliau sangat memahami perasaan Nazwa. Jujur beliau sangat kagum dengan akhlaq Nazwa, tidak semua perempuan atau istri sanggup dalam posisi Nazwa apalagi wanita itu masih sangat muda.
"Jadi begini Ning, dasar hukum poligami mubah, tapi bisa menjadi sunah, wajib, bahkan haram tergantung dengan permasalahan yang timbul.
Benar bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wassalam dan para sahabat melakukan poligami. Tapi apakah itu berarti bahwa poligami adalah sebuah anjuran? Benarkah poligami adalah sunah Rasulullah shalallahu alaihi wassalam
Untuk memahaminya, kita perlu membedakan makna dari kata 'sunah' terlebih dahulu. Ada dua makna 'sunah' yang kerap tercampur aduk di masyarakat. Yang pertama, kata 'sunah' terkait dengan apa-apa yang dilakukan, atau dikatakan Rasulullah shalallahu alaihi wassalam. Dari sini, makna 'sunah Rasulullah shalallahu alaihi wassalam' adalah apa-apa yang biasa Beliau shalallahu alaihi wassalam lakukan (atau katakan).
Sesuatu dikatakan 'wajib' bila jika harus dilakukan dan berdosa jika meninggalkannya. Dikatakan 'sunah' adalah ketika sesuatu lebih baik untuk dilakukan (berpahala), tetapi tidak apa-apa (tidak berdosa) jika ditinggalkan. 'Mubah' adalah ketika sesuatu boleh dilakukan, dan boleh tidak dilakkan. Bebas-bebas saja. 'Makruh' adalah ketika sesuatu lebih baik ditinggalkan (berpahala), tetapi jika ia melakukannya tidak membuatnya berdosa. Yang terakhir, sesuatu adalah 'haram' jika mutlak dilarang untuk melakukannya (berdosa jika dilakukan).
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Untuk Nazwa [TERBIT]
Novela Juvenil16+ ⚠AWAS BAPER!!!⚠ Author ga tanggung jawab "Gus Rakaa!" panggil Nazwa kembali disertai sedikit godaan. "Iyaa?" jawab Raka dengan wajah datar. "Nazwa boleh nanya?" "Silahkan!" "Boleh ngga Nazwa jadi istri nya Gus?" tanya Nazwa. Seketika kedua alis...