20 - Liburan Hari Kedua

2K 195 1
                                    

Pukul 08.00

Pagi ini seperti pembicaraan kemaren bahwa mereka akan bersepeda keliling sekitar vila. Semua sudah siap, hanya tinggal menunggu Adara saja.

"Dar ayo lama banget dah" teriak Rahsya.

"Sabar napa, berisik amat lo" sewot Violeta.

"Bodoamat! Terserah gue!" seru Rahsya.

"Dar cepetan" teriak Rahsya lagi.

Pintu kamar terbuka, Adara keluar dengan kaki yang sedikit pincang.

"Lo berisik banget sih Kak? Gue denger kok gak usah teriak teriak gitu!" ujar Adara berjalan kearah mereka berlima.

"Lo lama banget sih?" balas Rahsya.

"Kayaknya gue gak bisa ikutan deh, kaki gue masih sedikit sakit" ucap Adara.

"Yaah kok lo gak jadi ikut sih Dar. Gak seru tau kalau gak ada elo" seru Violeta.

"Tapi kaki gue masih sakit Vio, kalau gak sakit mah gue pasti ikut" balas Adara.

"Lo ikut kok" sambung Rahsya.

"Lo gila kali yah Kak. Adek lo kakinya sakit disuruh ngayuh sepeda, lo mau kaki gue bengkak ha?!" seru Adara kesal.

"Dengerin penjelasan gue dulu napa, main nyerocos aja" ujar Rahsya.

"Gue sama Gibran tadi pagi ke kota untuk beli sepeda" lanjut Rahsya.

"Lo percuma beli sepeda tapi kan gue tetep gak bisa ngayuhnya" ujar Adara.

"Yah karna itu gue beli sepeda. Gue beli yang setirnya satu, nanti lo boncengan sama Gibran jadi kan lo gak usah tuh ngayuh ngayuh biar Gibran aja lo tinggal duduk" jelas Rahsya.

"Iya Dar, betul apa kata Kakak lo" sambung Gibran.

"Jadi Adara tetep ikut dong sepedahan?" tanya Violeta.

"Iya ikut" jawab Adara pasrah.

"Yah udah ayo kita jalan kalau semua udah mau ikut" seru Naura.

Mereka pun mengangguk, Adara berjalan pelan pelan keluar dibantu oleh Naura dan Violeta.

Semua pada naik ke sepeda masing masing, Rahsya bersama Naura dan Violeta bersama Irsyad.

"Kita duluan yah" Rahsya dan Naura jalan terlebih dahulu setelah itu disusul oleh Irsyad dan Violeta. Sedangkan Adara dan Gibran masih berada di vila.

Gibran pun menaiki sepedanya itu. "Ayo naik" suruh Gibran.

Adara melihat sepeda itu bingung, dimana dia harus duduk sedangkan dibelakang tidak ada tempat duduk untuk berboncengan.

"Kok bengong? Ayo nanti ketinggalan jauh sama mereka" ujar Gibran.

"Gue duduk dimana?" tanya Adara.

Gibran menghela nafasnya. "Dari tadi lo bingung nyari mau duduk dimana?"

Adara mengangguk. "Iya"

"Nih lo duduk disini" ujar Gibran menunjuk besi didepannya itu yang lurus.

"Gue duduk disini? Itu sakit tau, nanti kalau sakit gimana?"

"Yah tinggal berhenti apa susahnya. Yah udah ayo ah naik ketinggalan jauh sama mereka tuh"

Adara pun menurut, setelah Adara naik Gibran pelan pelan mengayuh pedal nya mengejar sahabat sahabatnya yang sudah ketinggalan jauh.

....

Benar saja mereka ketinggalan jauh dari sahabat sahabatnya. Gibran memberhentikan sepedanya sebentar dipinggir jalan dan Adara pun turun dari tempat duduknya.

"Tuh kan lo sih banyak bengong, ketinggalan kan kita" seru Gibran.

"Yah maaf" jawab Adara.

Adara melihat sekeliling, tiba tiba matanya tertuju kepada pedagang yang menjual gelembung. Entah rasanya dia ingin sekali membelinya dan memainkannya.

Gibran melihat Adara yang matanya tertuju pada orang lain. Dia pun mengikuti arah pandangan Adara dan kembali menoleh kearahnya.

"Lo mau beli itu?" tanya Gibran.

Adara menatap Gibran dan mengangguk mantap.

"Yah udah gue beliin" Gibran turun dari sepedanya dan mendongkrak sepedanya.

"Lo tunggu sini jangan kemana kemana" lanjutnya lagi dan dijawab anggukan oleh Adara.

Gibran pun berjalan kearah pedagang itu dan membeli satu gelembung. Adara setia menunggu Gibran membawa gelembung yang ia mau itu. Setelah membayar, Gibran pun kembali ke Adara yang sudah tidak sabar untuk memainkannya.

"Nih" ujar Gibran memberikan botol gelembung itu.

Dengan semangat Adara menerimanya. "Makasih Gib"

Adara membuka tutup botol itu, dan dia langsung meniup gelembungnya menggunakan semprotan khusus gelembung.

Gibran menggeleng melihat tingkah Adara. "Udah punya anak satu sifatnya masih kayak anak kecil" gumamnya dalam hati.

"Udah? Seneng?" tanya Gibran.

Adara mengangguk. "Seneng"

"Yah udah kita lanjutin lagi nyari mereka" seru Gibran dan ia pun menaiki sepedanya.

"Ayo" lanjutnya menyuruh Adara naik.

Adara pun naik seperti tadi. "Gue boleh gak sambil niup gelembungnya? Nanti biar lebih banyak yang keluar" seru Adara.

"Iya boleh" balas Gibran dan mengayuh sepedanya.

Gibran mengayuh sepedanya sedikit pelan agar Adara tidak terjatuh karena dia tidak berpegangan akibat asik mainin gelembungnya itu.

"Gib lebih cepat dong, anginnya supaya lebih kenceng nanti gelembungnya lebih tambah banyak yang terbang" teriak Adara.

"Nanti lo jatoh, kan lo gak pegangan" seru Gibran yang juga sedikit berteriak.

"Enggak kok gak akan, udah lebih cepat lagi ngayuh nya"

Gibran melihat kearah depan, takut takut jika ada mobil atau motor yang lewat. Namun yang Gibran lihat adalah turunan, dia pun mempunyai ide.

"Dar lo pegangan, lo gak usah niup nanti itu keluar sendiri" seru Gibran.

"Emangnya kenapa?" tanya Adara.

"Tuh" Gibran menunjuk turunan itu dan dilihat oleh Adara.

"Siap Dar?" teriak Gibran.

"Siaapp" jawab Adara yang juga berteriak.

"Satuu duaa tiga" ucap mereka berbarengan karena mereka ingin menuruni turunan itu.

"Yeeee huuuu" teriak Adara yang melihat gelembungnya terbang dengan sendirinya akibat angin.

"Huuuu" teriak Gibran.

"Huuu banyak banget yang terbang" ujar Adara.

"Yeeeee huuuu" mereka berteriak bersama hingga turunan itu selesai dan berakhir dengan jalan yang normal.

Mereka berdua tertawa, setelah merasakan itu.

"Seru banget tau" ujar Adara yang masih tertawa.

Gibran menggelengkan kepalanya dan tersenyum melihat Adara tertawa bahagia.

"Yah habis" ujar Adara karena gelembung nya habis.

"Kok cepet habis sih" lanjutnya lagi.

"Mungkin karna tadi cepet terus airnya itu banyak yang jatuh kebawah" ujar Gibran.

Adara pun membuang botol sisa gelembung nya itu. "Yuk kita cari yang lainnya" seru Adara.

Gibran mengangguk, dia pun mengayuh sepeda nya sedikit kencang menyusuri jalan.

....

Next?

SANG PENGGANTI (GIDARA) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang