008. Mengikhlaskan itu memang sakit.

289 47 6
                                    

Malam itu, kota menahan napas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam itu, kota menahan napas. Awan hitam bergulung-gulung di langit, menelan bulan dan bintang hingga menyisakan kegelapan yang pekat dan mencekik. Di sebuah gudang tua terbengkalai di pinggiran kota, segerombolan bayangan berkumpul, membentuk formasi tak beraturan yang menebar aura mengancam. Bau bensin, rokok, dan kulit menyengat hidung, sebuah aroma familiar yang selalu menyertai pertemuan Black Sapphire, geng motor paling ditakuti di kota itu.

Di tengah kegelapan yang kian menebal, desas-desus mulai berbisik, merambat dari satu anggota ke anggota lainnya. Loren, si Ratu Es dengan tatapan mematikan dan keberanian yang tak tertandingi, datang membawa seorang asing di boncengan motornya. Sosok pria yang tak dikenal ini membuat rasa ingin tahu dan curiga merayap di hati para anggota geng.

"Itu siapa yang dibawa Loren? Nggak pernah liat gue," bisik seorang anggota dengan rambut dicat pirang, matanya menyipit mengamati sosok Iyan dari kejauhan.

Dari dalam markas, muncul seorang pemuda berambut hitam kemerahan dengan sorot mata setajam elang. Morgan, ketu divisi satu Black Sapphire, menatap kedatangan Loren dengan tajam dan penuh pertanyaan. Ia mengenal setiap inci dari gadis itu, dari aura dinginnya yang mengintimidasi hingga cara berjalannya yang penuh percaya diri. Namun, kehadiran sosok asing itu membuat instingnya berteriak ada sesuatu yang tak biasa malam ini.

"Riyan," panggil Morgan dengan suara rendah, hampir tenggelam oleh deru mesin motor yang masih menyala. "Ada apa Loren mendadak ngajak pertemuan malam-malam begini?"

Riyan masih menatap ke arah kedatangan Loren. "Nggak tahu, kita lihat aja nanti."

Loren menghentikan laju motornya, dan Iyan perlahan-lahan melepaskan diri dari boncengan, kakinya terasa sedikit goyah. Dia melihat sekeliling, rasa tidak nyaman merayap ke dalam tulang-tulangnya. Ia adalah orang luar di dunia ini, seperti seorang penonton yang terjebak dalam kekacauan.

"Iyan tetap di belakangku pas kita memasuk markas," bisik Loren perlahan menuntunya kedalam markas.

"Lo bawa orang luar, Loren?" tanya Riyan, suaranya seperti beludru gelap saat menghampiri mereka. "Siapa dia...?"

Loren berhenti sejenak, tatapannya mengeras saat ia menghadap Riyan. "Biar gue jelasin nanti, suruh semuanya buat kumpul sekarang!"

"Hem, oke." Riyan mengangguk, rasa ingin tahu muncul di matanya. Namun ia harus mengikuti printah Loren, segera Riyan memerintahkan seluruh anggotanya untuk berkumpul.

Loren melangkah maju bersama Iyan di blakanya, ia berdiri tegak dan berwibawa di depan seluruh anggota black saphire. Para anggota bergeser, membentuk barisan yang teratur saat Loren mengambil tempat di barisan terdepan. Kehadiran Loren mengundang rasa hormat, tatapannya yang tegas menyapu seluruh ruangan. Geng Black Sapphire selalu memandangnya sebagai pemimpin mereka, tetapi sekarang, ada rasa urgensi yang lebih besar yang terpancar darinya.

Jadi ini BlackSapphire mereka kelihatannya baik dan nyeremin di satu tempat. Gumam Iyan sedikit menjatuhkan pandaganya.

Loren pun segera memulai acara tersebut menarik napas dan segera menyampaikan inti dari pertemuan mereka kali ini.

Katalisator Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang