024. Aku nggak autis ya!

95 6 0
                                    

Setelah berlari sekian lama, sambil mengendong beban di hidup pundaknya akhirnya Iyan sampai di gerbang sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah berlari sekian lama, sambil mengendong beban di hidup pundaknya akhirnya Iyan sampai di gerbang sekolah. Dengan napas terengah-engah ia menatap wajah kesal Morgan dan Arya setelah lebih dari 30 menit mereka menuggu di gerbang sekolah.

"Maaf lama," Iyan tersentak, suaranya bergetar karena terdesak. "Bisa bantu anter dia ke di ke rumah sakit gak?"

Morgan dan Arya terbelalak melihat apa yang mereka lihat. Tubuh Kelvin penuh dengan luka-luka, darah mengucur dari hidung dan bibirnya, bajunya robek-robek, dan matanya sayu.

"Apa yang baru terjadi sama kalian?" Tanya Morgan dengan nada ketus, matanya menelusuri bekas-bekas luka yang menghiasi tubuh Kelvin.

"Ceritanya panjang, nanti aku jelasin di rumah sakit....!" Desak Iyan.

"Yaudah cepet naikin dia!!!" Kata Morgan dengan nada panik. Tanpa membuang waktu, ia langsung beraksi, menyalakan sepeda motornya.

Iyan dengan hati-hati mengangkat Kelvin ke atas jok, nafasnya tersengal-sengal karena beratnya tubuh Kelvin.

Segera mereka membawa Kelvin bergegas ke rumah sakit terdekat.

Saat sepeda motor membelah jalanan yang lembab, sisa-sisa curah hujan membisikkan cerita tentang badai yang membersihkan. Kabut yang menyelimuti perjalanan mereka, memberikan kesan misterius di sepanjang perjalanan.

Ketika mereka sampai di jalan berbukit, mereka mulai memperlambat lajunya. Fokus mereka teralihkan oleh kerumunan orang di sekitar tempat tersebut. Mereka melihat kerumunan orang yang berdesak-desakan di sekitar sesuatu yang tampak seperti lokasi kejadian perkara. Mobil-mobil polisi berjejer rapi, lampu-lampu mereka yang berkedip-kedip menciptakan suasana yang mencekam. Petugas-petugas yang muram berdiri di samping pita kuning, saling berbisik dengan nada serius.

"Apa habis ada kecelakaan di sini?" Kelvin berbisik, matanya menyapu sekeliling, mencari tahu apa yang terjadi.

Ketika mereka semakin mendekat, perhatian Kelvin tersita oleh sesuatu yang membuat bulu kuduknya merinding. Sebuah mobil yang terbakar berdiri mengancam di depan mereka, bangkai logamnya yang bengkok menempel di aspal. Namun, yang benar-benar mengguncang Kelvin adalah pemandangan pelat nomornya yang masih utuh di sana. Plat itu nampak tak asing baginya, nomer plat yang selalu ia perhatikan setiap harinya.

Seakan terhipnotis, Kelvin segera memberi isyarat kepada Morgan untuk berhenti. "Bang-bang, berhenti sekarang juga!"

Morgan, yang tidak mengerti apa yang terjadi, mengikuti perintah Kelvin. "Kenapa?" Tanya Morgan dengan bingung.

Tanpa menghiraukan pertanyaan itu, Kelvin turun dari sepeda motornya, wajahnya terukir dengan campuran kesedihan dan kegelisahan. Rasa sakit menjalar melalui kakinya yang pincang, tetapi itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan rasa sakit yang menghancurkan hatinya.

Dengan langkah pincang, Kelvin berjalan tertatih-tatih menuju kerumunan orang, suaranya tercekat saat dia mencari jalan untuk menerobos kerumunan tersebut. "Permisi maaf, permisi...!"

Katalisator Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang