Saat malam mulai menyentuh jam tidurnya. Toka terduduk di sebuah warung makan di pingir jalan yang ramai dengan lalu lintas. Aroma makanan yang baru saja dimasak tercium di udara, menggoda indranya. Di sebelahnya ada Fredrin dan seorang pemuda misterius, keduanya sedang menyantap makanan dengan lahapnya.
Toka melirik Fredrin dengan perasaan jengkel dan penasaran. Sudah lebih dari lima menit sejak mereka tiba, dan ia belum mengambil satu gigitan pun.
Fredrin memandang Toka dengan heran, "Toka, kau nggak lapar...?" tanyanya, ada sedikit keprihatinan dalam suaranya, sebelum melahap sesendok nasi dengan lahap.
Toka menatap Fredrin dengan tatapan tajam. Ia tidak suka dengan sikap Fredrin yang santai dan seolah-olah tidak ada yang terjadi. Ia merasa Fredrin menyembunyikan sesuatu darinya.
"Bukan itu....! " jawab Toka sambil mengaduk-aduk makanannya yang belum tersentuh. "Kenapa sekarang kita ada di sini, apa yang sebenarnya terjadi tadi itu tembakan apa?"
Fredrin tertawa kecil. Ia mengelus kepala Toka dengan lembut, seperti mengelus anak kecil yang sedang rewel.
Fredrin, mengalihkan pandangannya ke pria yang duduk di samping mereka. "Jangan salahkan aku, lagian Rafel kau hampir menembakku bangsat?"
Toka menatap pria di sampingnya, "Jadi dia penunggang kuda hitam itu," gumamnya, ekspresinya berubah serius. Ia telah mendengar cerita tentang sosoknya, tapi ia tak pernah berharap untuk bertemu langsung dengannya. Ia merasa ada aura gelap yang menyelimuti pria itu, seolah-olah ia membawa kematian di setiap langkahnya.
Rafel dengan santai menatap Fredrin. "Lagipula, kau belum mati. Aku masih nyari dimana keberadaan adikmu itu?"
"Apa kau masih belum menemukannya? Tapi apa kau benar-benar yakin dia masih hidup?"
Rafel mendongak ke atas langit malam, seakan mencari jawaban dari langit yang halus di atas sana. "Entahlah, tapi cepat atau lambat dia akan membuat kita mengalami banyak hal yang tak terduga." katanya, lalu tersenyum sinis. "Atau mungkin, kita yang akan membuatnya mengalami hal yang tak terduga. Lagi pula aku hanya sekedar menjalankan tugas dari atasanku."
Fredrin menatap ke arah jalan dengan ekspresi kosong. Di bawahnya, kota berdenyut dengan kehidupan dan kematian. "Kemarin malam ada bom bunuh diri dan tadi juga terjadi beberapa kecelakaan maut, selain itu banyak perusahaan yang mengalami penurunan saham. Bukankah selain Catalyst ada iblis Sekenario yang memiliki konsep yang hampir sama?"
"Mungkin kau benar aku juga merasakan hal sama, mungkin aku akan menyelidikinya nanti saat pulang."
"Lagi pula aku bahakan sama sekali nggak peduli jika Xiver masih hidup atau nggak."
Rafel menghela napas menatap Fredrin dengan sinis. "Aku jadi teringat sama muridku di akademi militer dia sekarang masih 11 tahun tapi dia punya pemikiran yang mengerikan tentang pandangannya terhadap dunia. Dia juga pintar bahkan aku sendiri sering tertampar dari kata-katanya. Jadi kau tak bisa menilai seseorang hanya dari usia banyak dari mereka yang di dewasakan oleh keadaan."
"Ngomong-ngomong orang seperti apa dia itu, aku penasaran boleh aku lihat fotonya?" tanya Fredrin.
Rafel membuka ponselnya dan menujukan foto muridnya pada Fredrin. "Ini, lihat dia lucukan! Aku sudah menganggapnya seperti adiku sendiri."
Toka, yang sedari tadi mengamati percakapan mereka, terkesima dengan penampilan anak itu. "Pasti besarnya dia ganteng banget, siapa namanya?" Toka bertanya dengan penuh semangat.
"Adkins. Meski kadang berpikir seperti orang dewasa, dia tetaplah seorang anak kecil." Rafel menjelaskan, matanya berbinar-binar penuh kebanggaan.
Fredrin mengamati foto anak itu dengan seksama. "Warna matanya putih jernih, rambutnya hitam apa mungkin....?" Fredrin terhenti, pikirannya berputar-putar. "Ya, mungkin dia bisa menjadi penakluk dunia suatu hari nanti." Fredrin bergumam, merasakan sesuatu yang aneh di dadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Katalisator
Teen FictionBagaimana rasanya memiliki gerd, tapi kalian malah setiap hari minum kopi? Tapi, ini bukan tentang kopi! Ini tentang pilihan, tentang konsekuensi, tentang bagaimana sebuah pertemuan kecil bisa mengubah segalanya. Kisah ini bercerita tentang Iyan, re...