Pukul 17.30 WIB, Loren tengah bersiap-siap di depan meja rias. Ia merapikan rambutnya yang terurai indah, memilih anting-anting yang cocok dengan gaunnya, dan menyemprotkan parfum favoritnya. Ini adalah malam yang paling ditunggu-tunggu oleh Loren sejak tiba di Jogja. Malam minggu yang romantis, di tengah keramaian jalanan Malioboro.
Saat Loren menatap bayangannya di cermin, sebuah bisikan keluar dari bibirnya, "Ok, aku udah cantik kan. Kayak ratu yang kencan bareng putra mahkota." Dia tersenyum puas, melihat penampilannya yang sempurna.
Loren perlahan membetulkan gaunnya yang terlihat menawan dengan warna merah delima dan cardigan berwarna vanilla. Gaun itu menonjolkan lekuk tubuhnya yang sempurna, sementara cardigan itu memberi kesan hangat dan manis. Ditambah sepasang sepatu hak tinggi berwarna hitam melengkapi gayanya yang elegan dan berani.
Loren mengambil tasnya dan berjalan keluar dari kamar dengan anggun. Waktu di sekitarnya seakan berhenti dalam batasan ruang.
Dengan lembut, ia mengetuk pintu kamar Iyan. Tak lama kemudian, pintu terbuka, dan Iyan muncul di ambang pintu. Ia terkejut melihat penampilan Loren yang memukau. Ia tak bisa mengalihkan pandangannya dari wajah Loren yang cantik dan menawan.
"Loren, ayo kita pergi..." Kata-kata Iyan terhenti, terputus oleh kejutan mendadak yang membuatnya terdiam.
Loren membungkuk di hadapanya, tangannya terulur seperti seorang putri bangsawan yang menawarkan hatinya pada seorang pangeran.
"Pangeran, aku datang untuk menjemputmu!" katanya, membuat jantung Iyan berdegup kencang.
"Loren, apa yang sedang kau lakukan?" Iyan bertanya, bingung dengan pemandangan tak terduga di hadapannya.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Loren dengan lembut namun tegas menggenggam tangan Iyan, menariknya keluar dari kamar. Ia medekapkan tubuh Iyan di pelukannya, membuat Iyan merasakan hangatnya tubuh Loren yang lembut dan harum.
"Kita, akan menjadi pasangan terbaik malam ini dan kita akan menjadi pemeran utama dalam kisah ini." Bisik Loren pelan ke telinga Iyan, nada nakal menari-nari dalam suaranya.
"Loren, apa yang merasukimu sejak tiba di Jogja?" Iyan bertanya dengan polos, matanya mencari jawaban dalam tatapan Loren yang penuh teka-teki.
Senyum Loren memudar, "kau ini, aku cuma mau sedikit membuat kita beneran jadi pasangan di dunia romansa gitu. Apa kau gak suka?" Tanya Loren dengan datar.
Keheranan terpancar di wajah Iyan saat ia mencari-cari kata-kata. Ia tak tahu harus berkata apa. Ia hanya merasa terkejut dan bingung dengan sikap Loren yang tiba-tiba berubah.
"Bukan, bukan begitu. Aku cuma agak terkejut, maaf. Kita, oke, aku jadi pangerannya." Iyan mencoba menjawab dengan gugup, dengan senyum canggung.
"Baguslah, kamu memang terbaik." kata Loren sembari memeluk Iyan dengan erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Katalisator
Teen FictionBagaimana rasanya memiliki gerd, tapi kalian malah setiap hari minum kopi? Tapi, ini bukan tentang kopi! Ini tentang pilihan, tentang konsekuensi, tentang bagaimana sebuah pertemuan kecil bisa mengubah segalanya. Kisah ini bercerita tentang Iyan, re...