Iyan merasa seperti anak Domba yang tersesat di hutan belantara. Ia duduk dengan canggung di tengah-tengah para anggota Black Sapphire, geng motor yang reputasinya sudah tak perlu diragukan lagi soal kekerasan dan kenekatan. Ruangan itu gelap gulita, hanya diterangi oleh lampu neon yang berkedip-kedip. Asap rokok mengepul di udara, membuat Iyan sesak napas. Suara mesin motor dan musik alternatif menggema di telinganya, membuatnya pusing.
Morgan, menatap Iyan dengan tatapan tajam. Lalu mendekatinya dan duduk di sebelahnya, sembari mencoba memasang senyum rama padanya. "Jadi Iyan, boleh ceritain gimana cara kalian bisa jadian?"
Iyan menelan ludah, keringat dingin mulai membasahi telapak tangannya. Pertanyaan itu terdengar lebih mirip interogasi daripada basa-basi. "I-itu..." Iyan tergagap, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Awalnya, aku ketemu Loren di toko roti. Terus aku ketemu pas dia jatuh di pingir jembatan."
Dengan terbata-bata, Iyan menceritakan pertemuan pertamanya dengan Loren, bagaimana mereka mulai dekat, hingga akhirnya memutuskan untuk pacaran. Setiap kali matanya bertemu dengan sorot mata tajam para anggota Black Sapphire yang mengelilinginya, jantungnya berdetak kian kencang.
Morgan mendengarkan dengan seksama, ekspresinya yang dingin sedikit demi sedikit melunak. Ia bisa merasakan ketulusan dalam suara Iyan, sesuatu yang jarang ia temukan pada orang-orang di sekitar Loren.
Morgan menepuk pundak dengan lembut. "Itu keren, meski agak nggak realistis banget tapi, aku sendiri tahu gimana susahnya buka hati Loren."
Iyan merona, malu-malu. Dia menundukkan kepalanya, merasa tidak pantas dipuji.
Melihat sikap Iyan yang canggung, Morgan mencondongkan tubuhnya dan berbisik, "Lo nggak usah takut sama kita, Yan. Lo itu keren, kok. Jujur, gue aja nggak pernah kepikiran Loren bakal pacaran sama siapapun."
Mata Iyan membelalak, ia sedikit tekejut dan ternyata masih banyak hal yang tak ketahui tentang Loren. "Hah? Maksudnya, Loren... dia belum pernah pacaran sebelumnya?"
Morgan mengangguk, sedikit tersenyum di bibirnya. "Dia itu nggak peka sama sekali. Makanya kami semua pada kaget pas tahu dia pacaran sama lo."
Di tengah suasana tegang yang mencengkeram Iyan, sebuah sosok berbeda muncul dari kerumunan anggota Black Sapphire yang mengintimidasi. Seorang pemuda dengan seragam OSIS yang masih melekat rapi di tubuhnya, seolah oase ketenangan di padang pasir liar. Noe Olivér, ketua divisi lima Black Sapphire, memiliki aura yang berbeda dari rekan-rekannya. Senyum ramah tersungging di wajahnya, menawarkan seberkas ketenangan di tengah lautan tatapan tajam.
"Dia benar, nggak usah takut." Ucap Noe sambil menepuk bahu Iyan, lalu mengeluarkan sebatang rokok dari saku bajunya. "Kami nggak bakalan nyakitin kamu santai aja nggak usah tegang!"
Iyan mencoba mengumpulkan keberaniannya, mengambil penghiburan dari kata-kata pria tersebut. Namun tatapan tajam dari para anggota geng itu terus berlanjut, penilaian diam-diam mereka membuatnya takut.
Noe menoleh ke arah teman-temannya, nadanya dibumbui sedikit humor. "Dan kalian, jangan lihat Iyan kayak gitu! Muka kalian udah kaya musang!" sindir Noe kepada angota geng motor lain yang terus menatap Iyan dengan sinis.
"Gue masih nggak percaya Loren punya pacar," bisik salah seorang anggota geng motor, yang masih tak bisa menerima kenyataan.
"Iya anjir, ini bocah tiba-tiba muncul, tau-tau udah jadian sama Loren," timpal anggota lainnya, masih dengan ekspresi sulit dipercaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Katalisator
Teen FictionBagaimana rasanya memiliki gerd, tapi kalian malah setiap hari minum kopi? Tapi, ini bukan tentang kopi! Ini tentang pilihan, tentang konsekuensi, tentang bagaimana sebuah pertemuan kecil bisa mengubah segalanya. Kisah ini bercerita tentang Iyan, re...