011. Scuicide

214 23 5
                                    

Di sebuah ruangan yang tertata rapi, di mana sebuah kantor kecil bernama EXE atau Existence Enterprises berdiri megah namun terkesan misterius, seorang pria muda berjas rapi dengan rambut putih yang berkilau layaknya salju tampak terhanyut dalam pikirannya. Mata layunya menatap jauh ke luar jendela, seakan-akan ia mencoba menembus tirai realitas yang ada di depannya. Di belakangnya, Toka, seorang pemuda dengan aura penuh perhatian, berdiri dalam diam, mengamati setiap gerakan kakaknya dengan seksama.

Fredrin, seorang CEO muda yang belum lama ini mendirikan perusahaan, telah mengalami berbagai macam badai yang hampir menghancurkan mimpinya. Namun, di tengah segala kesulitan, ia tetap berdiri teguh, meskipun bayangan kegagalan masih menghantui pikirannya.

"Nggak nyangka, kan, Toka?" Fredrin akhirnya bersuara, suaranya serak, seperti batu yang digosok berulang kali. "EXE, perusahaan yang hampir tenggelam, masih berdiri tegak. Setelah semua yang terjadi..."

Kalimatnya terputus, tertelan oleh keheningan yang terasa berat. Tatapannya beralih dari jendela ke arah Toka, sorot matanya berkedip-kedip seperti lampu neon yang hampir padam.

"Kau tahu, kan, ada takdir manusia yang bisa membawa kehancuran?" Fredrin melanjutkan, nada suaranya berubah, lebih berat, lebih dalam.

Toka mengerutkan kening, mencoba memahami maksud di balik pertanyaan kakaknya. "Maksud Kakak?"

Fredrin menarik napas dalam-dalam, seakan mengumpulkan keberanian untuk membuka kotak pandora yang telah lama tersimpan di dalam hatinya. "Ada empat ketakutan dasar yang menempel erat pada eksistensi manusia, Toka. Nggak cuma rakyat biasa, tapi juga para pemimpin dunia, mereka pun terkadang terjebak dalam ketakutan itu."

Toka terdiam, menunggu kelanjutan dari penjelasan kakaknya, mencoba meraba makna yang tersimpan di dalam pernyataan itu.

"Pertama," Fredrin melanjutkan, "Kekuatan untuk menguasai dan menaklukkan satu perempat dunia. Kedua, menciptakan perang. Ketiga, terjadinya kelaparan, wabah, dan penyakit. Dan pada akhirnya, semua itu akan diakhiri dengan kematian. Toka, kamu tahu tentang empat Penunggang Kuda di Akhir Zaman, kan?" Sekali lagi, Fredrin melontarkan pertanyaan dengan senyuman pahit yang menghiasi bibirnya.

Ekspresi Toka berubah; alisnya mengerut dalam kebingungan. Rasa ingin tahunya menembus batas, menciptakan campuran antara ketidakpahaman dan ketertarikan yang mendalam. "Empat penunggang kuda di akhir zaman? Apa emangnya itu beneran ada?"

"Sebelum kamu lahir, Toka," Fredrin memulai dengan suara berat, "dunia kita mengalami masa-masa kelam. Pelanggaran HAM merajalela, genosida terjadi di berbagai penjuru, dan sistem peradilan runtuh."

"Maksud Kakak genosida kayak kasus '98' itu?"

Fredrin mengangguk, semburat penyesalan mewarnai raut wajahnya. "Bukan sepenuhnya salah mereka sih. Ada alasannya. Beberapa orang penting di dunia ini mau mencegah kelahiran 'penunggang kuda pertama'. Mereka takut dia bakal ngancurin sistem politik dunia."

"Aku masih belum paham, Kak."

"Jadi gini, Empat Penunggang Kuda itu mewakili penaklukan, perang, kelaparan, dan kematian. Biar cegah Penunggang Kuda Pertama lahir, mereka mengatur agar yang lahir di tahun itu adalah Penunggang Kuda Hitam, dan mereka mengubah namanya dari 'Kelaparan' jadi 'Keadilan'."

"Mengubah, kelaparan jadi keadilan bukanya itu mustahil, kak?" Toka bertanya-tanya, suaranya berbisik hinga nyaris tak terdengar.

Tatapan Fredrin menunduk, sebuah bayangan melintas di wajahnya. "Nggak ada yang nggak mungkin, Toka. Apapun bisa terjadi. Buktinya, sekarang ketakutan karena ketidakadilan tersa nyata bukan? Lebih nyata daripada takut bakal perang atau penjajahan."

Katalisator Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang