022. Liburan ke Jogja?

74 7 0
                                    

Saat hujan deras mulai menguyur Zayen dan Bu Veni bergegas ke tempat parkir. Tanpa membuang waktu, mereka masuk ke dalam mobil dan menutup pintunya, mencari ketenangan di dalam rangka logam kendaraan yang aman. meninggalkan tempat tersebut, dan memastikan komdisi di sekitar mereka cukup aman.

"Zayen, apa gapapa biarin Kelvin seperti itu?" Suara Bu Veni yang bergetar menembus keheningan yang mencekam, matanya masih terpaku pada gerbang sekolah melalui jendela yang terkena air hujan.

"Gak usah khawatir aku gak membunuhnya, lagi pula dia juga anakmu." Jawab Zayen dengan tenang, genggamannya pada setir mengencang.

"Zayen apa selama ini kau tahu kalo Kelvin itu anakku?" Tanya Bu Veni

"Ya, dia sendiri yang cerita samaku," Zayen mengakui, matanya menatap tajam ke jalan di depan. Sebenarnya alasanku temenan sama mereka karena aku gak pengen kelihatan buruk di sekolah. Iyan itu pinter Kalvin juga humbel jadi aku pikir kalo sama mereka aku bisa menutupi sifat asliku." Jelas Zayen dengan wajah datar.

Saat mobil terus melaju melitasi jalanan yang gelap dan remang di sekitar pegunugan hutan. Terasa kabut mulai menebal di sekitar mereka, atmosfir di dalam mobil bahan menjadi lebih dingin dan mencekam.

Saat mereka melaju kencang di tengah jalan hutan yang sepi, hujan deras mengguyur tanpa ampun. Cahaya lampu mobil hanya mampu menembus kegelapan beberapa meter di depan. Tiba-tiba,  seorang wanita dengan seragam putih bersimbah darah berdiri, menghalangi laju mobil mereka.

Zayen yang terkejut langsung menekan rem dengan keras, membuat mobil berhenti mendadak. Ia dan Bu Veni yang ada di dalam mobil terhempas ke depan.

"Bangsat, ngapain itu cewek berdiri di situ?" Bisik Zayen menatap tajam ke arah gadis yang berdiri mematung di hadapan mereka.

Zayen membunyikan klakson mobilnya, suaranya yang melengking menembus udara. "Woi minggir bangsat!"

Zayen mulai emosi, ia menghela nafas panjang dan membuka pintu mobilnya dan turun. Dia berjalan mendekati wanita itu, dengan wajah penuh kemarahan.

Wanita itu menatap Zayen dengan tatapan penuh kebencian, bibirnya bergerak-gerak seolah sedang berbicara dengan sesuatu yang tak terlihat. "Ini dia Cowok bangsat yang memperkosaku. Dia yang telah merenggut segalanya dariku. Dia yang telah merusak tubuh dan jiwaku. Bisakah kau membalaskan dendamku? Aku akan memberikanmu kesempatan ini, gunakanlah tubuhku sebagai senjatamu."

Zayen berjalan dengan hati-hati menuju wanita yang berdiri di tengah jalan. Hujan deras mengguyur tubuhnya, membuatnya basah kuyup. Dia merasakan sesuatu yang tidak beres dengan wanita itu. Dia yakin dia mengenal wajahnya. Dia teringat sesuatu yang dia lakukan beberapa waktu lalu. Langkahnya terhenti saat gadis itu mendongak ke arahnya.

"Yu-Yura? Bagaimana mungkin.....?" Dia tergagap, matanya melebar tak percaya. Ketakutan yang tak dapat dipahami menyelimutinya. Sebuah ketakutan yang cukup primal yang mampu membuat seorang psikopat seperti dia gemetar ketakutan.

Sebelum Zayen sempat bereaksi, Yura melompat ke arahnya. Dengan gerakan yang cepat dan ganas, dia mengayunkan tangannya ke leher Zayen. Darah menyembur, kepala Zayen terputus dari tubuhnya.

Saat tubuh Zayen yang tak bernyawa merosot ke tanah yang basah kuyup oleh hujan, Yura meraih kepala Zayen yang terpenggal dalam genggamannya. Dia menatap matanya yang masih terbuka dengan tatapan dingin. Rasa keadilan yang pahit mengalir dalam tubuhnya.

"Selamat tinggal bocah!" Bisiknya sembari mengengam kepala yang telah putus di tanganya. Darah segar masih menetes dari leher yang terbelah. "Kau sudah mendapat balasan yang setimpal atas dosa-dosamu!"

"Zayen...!?" Bisik Bu Veni yang melihat semua itu dari dalam mobilnya. Dia tidak bisa mempercayai adegan mengerikan di depannya. "AAAAAHHHH...." Dia berteriak histeris. Dia dengan panik menghidupkan mesin mobilnya dan menancap gasnya dengan cepat. Dia ingin segera pergi dari tempat itu. Tempat yang penuh dengan darah dan dendam.

Katalisator Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang