Craving For You [3]

641 93 11
                                    

_____________________________

Happy Reading!
_____________________________

"I become craving for you more, uncontrollably."

°

Dua bulan kemudian

.

"Selamat pagi, Angela."

Sang gadis yang tengah meneguk teh di meja makan tersedak. Cangkir di genggaman Angela hampir jatuh karena keterkejutannya atas kehadiran Tyson.

Angela meletakkan cangkirnya perlahan, mengusap sudut bibirnya dengan punggung tangan, sebelum kemudian mengangkat kepalanya.

Manik abunya bersinggungan dengan mata cokelat madu milik Tyson. Lelaki itu mengulas senyum. Ia menarik kursi di depan Angela dan mendudukinya.

Dua bulan tinggal bersamanya membuat Angela menyadari bahwa lelaki itu sangat menjaga kesehatannya. Tyson selalu bangun pagi, pergi jogging, lalu setelahnya dia akan sarapan dan melanjutkan aktivitasnya di luar rumah. Saat sore hari, Tyson sudah kembali ke rumah. Lelaki itu akan mendekam di ruang kerjanya selama satu jam lebih sebelum keluar untuk makan malam dan membaca buku di perpustakaan mininya.

Itu rutinitas Tyson yang sudah Angela hapal. Sesuai kesepakatan mereka, Tyson menempati lantai dua rumah ini sementara Angela berada di lantai satu.

"Apa rencanamu hari ini, Angela?" Tyson bertanya sembari menyomot sebuah croissant dari atas meja.

Angela mengerjap. "Ah, hari ini aku harus bertemu dengan Lucya untuk membahas naskahnya." Dia menunjukkan lembaran-lembaran naskah yang ada di atas meja. "Aku tadi masih membacanya."

"Kau akan pergi ke kantor?"

Angela melirik, sedikit bingung. "Ya... tentu saja?"

Tyson hanya mengangguk. Lelaki berambut hitam itu meraih cangkir teh hijau miliknya. "Terima kasih atas tehnya."

Gadis itu hanya mengangguk. Dia kembali fokus membaca naskah milik Lucya sembari meneguk tehnya pelan-pelan.

"Kau senang dengan pekerjaanmu?" tanya Tyson tiba-tiba.

"Aku senang," jawab Angela tulus. Itu benar. Dia sangat bersyukur pernah bertemu dengan Sergio dulu sehingga dia bisa bekerja di Starlit Publishers. Pekerjaannya saat ini cukup menyenangkan karena Angela tidak harus berhubungan dengan orang banyak.

"Baguslah." Tyson melipat lengannya di atas meja. Manik cokelat madunya mengamati Angela yang tengah serius mendalami naskah. Mata abu gadis itu yang bergerak mengikuti deretan kata-perkata yang tercetak di naskah, ujung hidungnya yang sedikit memerah karena Angela alergi dingin, alis gadis itu yang naik turun seperti membaca sesuatu yang mencengangkan, dan sorot mata penuh konsentrasinya yang terllihat cantik. Sudut bibir Tyson berkedut. Ia menyeringai untuk beberapa detik sebelum kembali tersenyum ramah.

"Angela, sebenarnya kau bisa tinggal disini sampai kapanpun kau mau. Aku tinggal sendirian, jadi tidak masalah bagiku kalau kau ada disini untuk waktu yang lama."

Angela hanya tersenyum. Sejujurnya, dia sudah menabung sedikit demi sedikit tetapi tentu uangnya belum cukup untuk menyewa apartemen sendiri. Dia belum mengatakan niatnya ini pada Tyson. Lelaki itu sudah cukup baik mempersilakannya menumpang sesuka hati. Jika tidak, mungkin Angela akan berhutang banyak untuk menyewa apartemen baru.

"Aku bertemu teman lama hari ini."

Ucapan Tyson menarik atensi Angela. Gadis itu meletakkan cangkirnya, berhenti meneguk teh. "Teman?"

𝗗𝗼𝘄𝗻 𝗙𝗼𝗿 𝗟𝗼𝘃𝗲 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang