An Endless Thirst [5]

855 115 12
                                    

_____________________________

Happy Reading!
_____________________________

"Whether it's an illusion or an illness, it's an instinct for my heart to want you."

"Ini barang-barang milik pasien." Seorang suster bertubuh mungil dengan rambut bob menyerahkan jaket kulit dan dua ponsel kepadaku yang tengah duduk di ruang tunggu.

"Terima kasih."

Setelah menerimanya, aku tidak terkejut lagi jika salah satu dari ponsel itu adalah milikku. Jeffrey ternyata memang memungutnya tadi. Ponselku masih bagus, hanya saja ada sedikit lecet di ujung-ujung ponsel. Saat kubuka, ternyata ada pesan dari Ricard.

Paranormal
Apa dreamcatcher itu bekerja dengan baik?

Ah, dia orang yang baik. Kuketik pesan balasanku untuknya.

Sangat baik jika aku tidak meninggalkannya ketika aku ingin tidur

Aku menyibak rambut, meliarkan pandang ke segala penjuru koridor. Sekarang apa? Aku harus menunggu orang gila yang memaksaku itu hingga dia sadar?

Rasanya aku ingin pergi saja dari sini. Namun, mengingat bahwa aku adalah orang yang menabraknya hingga ia masuk ruang emergency seperti itu, membuatku ragu untuk lanjut melapor pada polisi.

Bisa-bisa Jeffrey melaporkanku balik karena sudah menabraknya.

Saat aku sedang memikirkan tentang apa yang harus kulakukan, sebuah dering ponsel menarik perhatianku.

Mataku membesar tatkala panggilan itu berasal dari ponsel Jeffrey.

Beth is calling....

Siapa Beth? Aku memutuskan untuk menerima panggilan itu.

"Kakak! Akhirnya kau mengangkat teleponku setelah sekian lama! Aku sangat minta maaf karena sudah mengecewakanmu."

Aku berdehem sebelum mulai berbicara. "Maaf, aku bukan Kakakmu. Aku Alessa Grey. Mr. Jeinz sekarang sedang dirawat di Carans Hospital karena kecelakaan."

Lama terjadi hening di seberang telepon hingga lawan bicaraku itu meninggikan suaranya.

"Apa?!"

----------

Adik lelaki itu akhirnya datang ke rumah sakit 30 menit kemudian. Perempuan berperawakan pendek dengan rambut ikal berwarna cokelat dan hoodie cokelat di tubuhnya datang menghampiriku yang sedang menunggu di lobi yang sedikit jauh dari ruang emergency.

"Ms. Grey?" Dia menebak begitu sadar jika aku sudah mengamatinya dari kejauhan.

Aku berdiri dengan canggung. "Ah, maafkan aku. Aku tak sengaja menabrak kakakmu karena dia tiba-tiba saja melompat di depan mobilku."

"Bagaimana keadaannya?"

Sepertinya, dia mengabaikan permintaan maafku. Oke, memang ini semua adalah salahku. Jika aku di posisinya, aku mungkin tak mau bicara dengan orang yang menabrak kakakku.

"Dokter bilang kita harus menunggu dia sadar dan...," kulirik perempuan bermata hijau di depanku ini dengan takut, "kakinya patah."

Beth menutup mulutnya syok. Netranya diliputi kekhawatiran yang pekat. Dia menyugar rambutnya lalu menatapku serius. "Kau tahu apa konsekuensinya kan?"

𝗗𝗼𝘄𝗻 𝗙𝗼𝗿 𝗟𝗼𝘃𝗲 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang