Side Story #10 - In Hell

162 22 2
                                    

_____________________________

Happy Reading!
_____________________________

Servine masih mondar-mandir di depan ruang emergency rumah sakit standar di kota Hunterstrict sejak tadi. Insiden percobaan bunuh diri yang dilakukan Kristal membuat lelaki itu melakukan segalanya agar gadis itu tidak kehilangan nyawa.

Karena jika dia kehilangan nyawa sedini ini, maka perjanjian mereka tidak akan berlaku di hadapan Sang Pencipta.

Dokter masih ada di dalam ruangan dingin itu ketika Servine menoleh untuk menilik sekali lagi. Ruang tunggu terasa mencekam kala itu. Padahal selama ia ada di bumi, ia tak pernah mendatangi rumah sakit apalagi untuk hal semacam ini.

Lelaki bermata biru itu berjalan pelan di koridor. Ada beberapa orang yang melewatinya pula. Dia lalu memutuskan untuk pergi ke kantin yang ada di belakang rumah sakit. Sekadar untuk mengisi perut manusianya meski jiwanya tidak pernah lapar. Jika dia tak rutin mengisi perut, dia bisa saja pingsan. Beginilah risiko menyamar menjadi manusia.

Sesampainya di sana dan melihat berbagai jenis makanan di etalase, Servine muram. Tak ada rasa tertarik pada cita rasa makanan yang berjejer di hadapannya. Hanya saja, perutnya terus berbunyi.

Dia hendak memilih menu ketika tanpa sengaja ia menoleh dan menemukan sebuah cermin full body di dekat toilet. Cermin itu membuat Servine terdiam karena dari tempatnya berdiri, tak ada pantulan dari tubuhnya sama sekali.

"Sial. Seharusnya tidak sekarang."

Lelaki itu mengepalkan tangan, tetapi memilih mendekati cermin dan menunda memesan makanan. Tubuh tingginya menjulang di depan cermin full body itu. Maniknya melirik sekitar, begitu sadar tidak ada yang sedang memperhatikannya, Servine menarik napas dalam-dalam lalu melangkah maju, menembus cermin, dan masuk ke dalamnya.

•••••

"Kau akhirnya datang juga."

Kaki Servine menapaki tanah berwarna merah membara itu dengan perlahan. Selepas mendengar suara yang sangat ia kenal, lelaki itu menurunkan tubuh dan berlutut di salah satu kakinya.

"Tuan." Servine menundukkan kepala. Bentuk perwujudan hormat pada sosok yang lebih tinggi darinya.

Di ruangan tanpa batas yang ada di tempat yang takkan pernah dikunjungi manusia itu, ada 7 singgasana agung yang menjulang. Besarnya melebihi rumah-rumah yang dibangun di bumi, dan kokohnya melebihi material terkuat yang ada di alam semesta.

Hanya dua singgasana yang terisi. Sisanya kosong. Servine tidak tahu kenapa tapi dia yakin bahwa kedatangannya sudah dinantikan sejak lama.

"Aku belum menerima laporanmu." Suara itu kembali bergaung dari singgasana paling depan yang terletak di tengah.

"Saya melakukan tugas saya dengan baik, Tuan Lucifer."

"Aku yakin kau mampu melakukannya," balas Lucifer. Sang iblis terkuat di neraka itu menyeringai. "Meskipun tetap akulah yang terkuat, tapi kau sudah kupercaya selama bertahun-tahun untuk tinggal di bumi. Namun Servine...," suaranya terjeda. "Aku menerima laporan lain dari anak buah Belphegor kalau kau kehilangan sebelah sayapmu di bumi."

𝗗𝗼𝘄𝗻 𝗙𝗼𝗿 𝗟𝗼𝘃𝗲 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang