"Lima tahun. Lima tahun sudah berlalu sejak aku berada ditempat ini. Sekarang usiaku lima belas tahun sedangkan usia bayi itu baru genap lima tahun kemarin." Gumam Mirela seraya menjeda tulisannya, ini buku ketiga yang ditulisnya dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Setiap buku berisi lima ratus lembar halaman tipis sehingga tidak terlalu berat untuk dibawa kemana-mana, tapi kalau dibawa tiga sekaligus dalam satu ikatan kain jelas dapat membuat bahu encok sedikit.
"Tidak ada perayaan atau semacamnya," Mirela lanjut bergumam pada dirinya sendiri seraya memainkan pena tinta celup ditangannya lalu hendak menuliskan kalimat baru.
"HEI BOCAH!"
Deg!
Krek!
Karena terkejut, bagian ujung pena tinta celup milik Mirela patah. Gadis yang sedang dalam masa peralihan menuju remaja itu menghela nafas kasar, menahan kekesalannya sesaat lalu dikeluarkan melalui hela nafas lainnya. Kemudian ia berbalik untuk melihat siapa yang datang dan berteriak seperti orang hutan barusan.
Wanita itu...Laila, teman dekat Narnia dulu saat masih berprofesi sebagai wanita penghibur di bar masyarakat. Mereka berdua sama-sama pelacur, singkatnya.
"Jangan menjadikan usia remajamu sebagai alasan untuk bermalas-malasan. Tinggalkan itu dan ikut denganku!" bentaknya memerintah dengan wajah galak persis seperti ibu kos yang suka datang menagih penghuni kamar yang telat bayar sewa.
Mirela mendengkus, sebelum ikut bersama wanita bernama Laila lebih dulu ia menyimpan bukunya di dalam peti dan menggembok peti tersebut.
"Lama sekali, bocah!" seru Laila lagi.
"Aku sedang berjalan, bibi jelek!"
"Hah? Bocah kerempeng sepertimu berani mengatak aku jelek!?"
Mirela membuang pandangannya ke arah lain bertepatan dengan menolehnya Laila sehingga mereka tidak jadi bertatapan dan beradu kontak mata sebab kalau dipikir-pikir perkataan Laila itu memang benar, deh.
"Sudah kurus, tinggi pula! Persis seperti bocah cacingan!" omel Laila menambahkan. Wanita itu kalau sudah marah pun terasa lebih mengerikan daripada singa.
"Cepat ikuti aku!" seruan lain terdengar dari Laila membuat Mirela mengubah langkah cepatnya menjadi setengah berlari guna menyusul ketertinggalan dari wanita itu.
Langkah Laila membawa Mirela ke area belakang istana, tempat kain-kain, dan segala jenis pakaian yang dikenakan oleh Narnia dijemur. Dengan gesit Laila melemparkan pakaian tersebut ke arah Mirela sehingga gadis itu refleks berjalan ke sana kemari guna menangkap kain dan pakaian yang dilempar padanya sampai menggunung menutupi wajah.
"Bibi Laila, cukup!" kini giliran Mirela yang berseru. "Sudah cukup melemparnya atau seluruh pakaian ini akan roboh dan jatuh ke tanah lalu kau harus mengulang pekerjaanmu dua kali."
Laila diam sejenak lalu mengangguk-angguk karena ucapan gadis berambut hitam panjang di hadapannya sangat benar. "Baiklah, bawa semua itu ke ruang pakaian untuk dilipat."
"Bukannya itu tugasmu?" celetuk Mirela mengingatkan.
"Anak kecil tidak pantas mempertanyakan perintah dari orang dewasa!" seru Laila menatap nyalang ke arah Mirela, dia tidak kesal hanya memberi peringatan saja pada remaja perempuan itu agar lebih baik diam daripada banyak bicara.
"Aku akan melaporkanmu pada kepala pelayan nanti." Sahut Mirela membalas.
Laila tersenyum miring, ia mendekat dan menarik dagu Mirela kasar. "Kepala pelayan yang kau sebut itu merupakan kaum kami, semua orang yang senasib dengan kami adalah keluarga."
![](https://img.wattpad.com/cover/355511056-288-k54559.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Shadow Prince
Fantasy[TERSEDIA DI SHOPEE DALAM BENTUK NOVEL CETAK, langsung ketik Momentous Wordlab di pencarian terus buka akun shoppenya dan cari judul cerita ini💕] Matteo Haze atau lebih dikenal sebagai putra tunggal Kaisar Yohan dan Permaisuri Lana yang dapat ditem...