Tiga hari perjalanan tanpa tidur sama sekali menghantar Lana pada wilayah selatan begitu ia turun dari sebuah kapal khusus pengangkut alat transportasi berupa kereta kuda. Untungnya semalam Lana berhasil menyelinap ke dalam tanpa di ketahui sehingga penyebrangan ilegalnya berjalan dengan mulus.
Sesaat ia turun dari tempat kusir lalu mengamati sekitar, ia sampai di pelabuhan yang menyatu dengan pasar sehingga terdapat banyak sekali orang-orang disekitarnya berlalu-lalang serta keramaian para penjual yang mempromosikan dagangan mereka dengan cara berseru.
Lana mencoba menegur salah seorang yang berada paling dekat dari posisinya berdiri saat ini namun dari arah belakang mendadak tubuhnya ditubruk pelan oleh seseorang yang berjalan dengan mata tak fokus karena terus-terusan melihat ke arah belakang seolah sedang memeriksa tak ada seorangpun yang mengikutinya.
Bruk!
"Aww..." kaget Lana meringis sebab seseorang itu juga sempat menginjak kakinya.
"Ya ampun, maafkan aku." Gadis itu segera memindahkan kakinya yang sempat berada diatas kaki Lana dan menyesal. "Aku sama sekali tidak melihat jalan, maafkan aku."
Saat ini hari menjelang petang, Lana tersenyum dan mengangguk pada gadis belia itu tetapi kemudian suasana pelabuhan serta pasar itu berubah jadi mencekam.
"Semuanya cepat berberes! Senja telah datang!"
"Cepat! Cepat!"
"Cepat tutup kedai kalian!"
Pun gadis belia yang menabraknya nampak ingin segera bergegas pergi tetapi Lana lebih dulu menahan lengannya dan bertanya mengenai situasi yang sedang terjadi.
"Kenapa semua orang disini mendadak panik dan berberes dalam waktu singkat?" tanyanya penasaran sekaligus cemas. "Ada apa?"
"Begini..." gadis itu menggantung ucapannya lalu menarik tangan Lana dan bergegas duduk di bagian kusir dari kereta kuda tersebut. "Bibi dan aku sebaiknya pergi terlebih dahulu dari tempat ini, akan kujelaskan dijalan saja."
Lana mengangguk. "Baiklah," lalu meraih tali kekang kuda kemudian memecut sedikit bagian sisi bokong hewan berkaki empat tersebut sehingga rods kereta kuda mulai berjalan menjauhi pelabuhan.
"Jadi, katakan apa yang terjadi?" tanya Lana begitu mereka sudah cukup jauh dari tempat tadi namun kereta kuda terus melaju.
"Daerah ini sedang genting, anda pendatang? Syukurlah, anda harus--"
"Kau bisa bicara informal padaku." Potong Lana merasa tak nyaman lagipula saat ini posisinya ia hanya warga biasa yang sedang mencari pertolongan di wilayah orang lain.
Gadis itu mengangguk, Ava, namanya lalu ia lanjut menjelaskan. "Dua bulan terakhir di daerah ini selalu terjadi kasus pembunuhan setiap malam, tidak ada yang tahu pelakunya tetapi akan selalu ditemukan korban di keesokan harinya di tengah-tengah jalan seolah pelakunya sedang bangga memamerkan hasil buruannya."
"Setiap malam?" mata Lana berbinar terkejut, "apa sudah ada orang yang dicurigai sebagai pelaku?"
Ava menggeleng. "Belum, belum ada seorangpun. Bahkan pihak istana disini terkesan mengulur waktu dalam mencari pelaku tersebut. Satu hal yang bisa kukatakan padamu, aku sangat yakin semua pembunuhan acak yang terjadi dilakukan oleh satu orang." Ujarnya memberi pendapat serius.
"Itu mengerikan..." respon Lana merasa turut prihatin terhadap para korban. "Karena itu sebelum malam tiba orang-orang memutuskan untuk segera pulang ke rumah?"
"Ya!" angguk Ava, "tepat sekali!"
"Lalu kau sendiri mirip seorang gadis yang kabur dari rumah." Celetuk Lana mengomentari penampilan Ava yang terlihat seperti anak bangsawan kelas menengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Shadow Prince
Fantasy[TERSEDIA DI SHOPEE DALAM BENTUK NOVEL CETAK, langsung ketik Momentous Wordlab di pencarian terus buka akun shoppenya dan cari judul cerita ini💕] Matteo Haze atau lebih dikenal sebagai putra tunggal Kaisar Yohan dan Permaisuri Lana yang dapat ditem...