"Seratus tiga satu, seratus tiga dua, seratus tiga tiga..." Mirela menghela nafas saat koin emasnya tersisa dua. "Tidak bisakah kau memberiku diskon?"
"Kau ingin diskon untuk obat keras yang dibuatnya saja susah?" pria itu terkekeh lalu mengulurkan sekantong serbuk obat.
Mirela menyengir. "Aku harus berpuasa sampai beberapa hari ke depan, apa paman tidak kasihan?"
"Aku sudah sepuluh hari tak makan masih hidup." Jawab pria itu mencibir. "Kau masih muda, Nona. Sebulan atau dua bulan tanpa makan kau pasti sudah tinggal nama."
Seketika ekspresi wajah Mirela berubah datar sementara pria itu nampak tertawa riang sambil menghitung ulang kepingan koin emas yang Mirela berikan.
"Kalau begitu aku permisi," pamit Mirela pada penjual tersebut. "Kuharap kau tidak membocorkan transaksi ini pada siapapun."
"Aku bahkan melupakan wajah pelanggan dalam watu sekejap, Nona!" seru pria itu.
"Aku akan memegang ucapanmu." Ujar Mirela sekali lagi memastikan sebelum ia benar-benar melangkah pergi.
Sementara itu Matteo juga tengah melakukan hal serupa, yakni berkomunikasi dengan Aisha sesuai dengan rencana yang Mirela susun secara spontan mengenai pesta.
"Pesta?" Aisha termenung sejenak, "kau ingin aku mengadakan pesta?"
Matteo mengangguk. "Aku harus membawa kedua orang tuaku pergi dari sini. Kau tahu, aku sudah tidak peduli lagi dengan Kekaisaran." Ucapnya pada gadis itu.
"Sebentar," Aisha meminta waktu selama beberapa menit untuk berpikir.
"Aku sangat membutuhkan bantuanmu, Aisha." Timpal Matteo supaya Aisha tidak mendadak berubah pikiran di tengah jalan.
"Aku bisa melakukannya." Angguk Aisha, ia baru mendapat ide untuk mengadakan pesta dengan alasan memberi penyambutan pada Sang Ayah.
"Ayahku disini, aku akan meminta pesta diadakan untuk menyambut kedatangannya. Ibu tidak akan merasa curiga." Ujar Aisha. "Aku akan mengusahakan dalam waktu tiga hari."
"Tolong secepatnya..." mohon Matteo, diraihnya tangan Aisha lalu digenggam erat. "Nyawa ayah dan ibuku bergantung padamu, Aisha."
Aisha lalu mengangguk. "Jangan khawatir, aku... aku pasti akan membantu kalian."
"Terimakasih banyak." Lirih Matteo tak tahu lagi harus membalas dengan apa selain ucapan terimakasih namun secara diam-diam setelah Aisha berbalik dan pergi kembali masuk ke area istana, Matteo mengukir seringai tipis di bibir lalu membawa kuku ibu jarinya untuk digigit hingga patah dan mengeluarkan darah.
"Alan..." gumam Matteo, ia baru ingat mengenai identitas pria yang telah membuat wajahnya jadi begini. "Separuh wajahku cacat dan menjijikan karenamu, ya?"
Sayangnya pria itu sudah mati dibunuh oleh sang paman, Calix, atau yang lebih dikenal sebagai mantan Panglima Istana yang mendadak hilang sejak dua puluh tahun. Orang-orang mengira Calix pergi tetapi nyatanya pria itu sudah mati terbunuh oleh Narnia.
Kini langkah Matteo membawa dirinya sampai di rumah bekas kediaman Alan yang masih terawat oleh beberapa pelayan setia yang memutuskan untuk tetap tinggal di kediaman pria itu meski sang majikan tubuhnya telah menyatu dengan tanah.
Melihat kehadiran seorang pemuda berjubah berdiri di depan pagar, seorang tukang kebun mendekat dan menanyakan maksud dari kedatangan Matteo.
"Anda mencari siapa, Tuan?" tanyanya.
Matteo yang tak ingin berbasa-basi langsung membuka tudung jubah kepalanya dan menunjukan setengah wajahnya yang rusak.
Sontak pria itu ternganga sesaat lalu buru-buru membuka pagar. Tak ada seorang pun yang tak kenal dengan Sang Pangeran yang harus berakhir cacat karena tusukan pedang Sang Pengkhianatan Alan.
![](https://img.wattpad.com/cover/355511056-288-k54559.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Shadow Prince
Fantasy[TERSEDIA DI SHOPEE DALAM BENTUK NOVEL CETAK, langsung ketik Momentous Wordlab di pencarian terus buka akun shoppenya dan cari judul cerita ini💕] Matteo Haze atau lebih dikenal sebagai putra tunggal Kaisar Yohan dan Permaisuri Lana yang dapat ditem...