18. Farðu varlega

12.6K 1.5K 412
                                    

"Apa? Tidak ketemu!?" Narnia melotot marah usai mendapati laporan tersebut dari kepala prajurit istana.

"Yang Mulia, sekarang para tamu mulai ribut di aula. Mereka bertanya-tanya mengapa anda menahan semua orang disana dan tidak memperbolehkan mereka pergi kemanapun." Lanjut sang kepala prajurit melaporkan.

"Katakan pada mereka untuk menutup mulut atau kugunakan caraku untuk membungkam mereka satu per satu!" titah Narnia seraya menunjuk ke arah pintu keluar karena saat ini posisinya ia sedang berada di kamar, mencoba untuk menjernihkan pikiran agar tidak terkena serangan depresi mendadak.

"Baik, Yang Mulia!" balas prajurit tersebut berseru. "Akan segera kulaksanakan perintah darimu!"

Narnia mengibaskan tangan, mengusir kepala prajurit itu lalu beralih memijat pelipisnya yang terasa berdenyut. Benar-benar memusingkan! Mirela... Matteo... belum pernah Narnia merasa sepusing ini sebelumnya.

"Astaga, Tuhan..." gumam wanita itu tak habis pikir lalu saat memutuskan akan keluar kamar guna memerika sel tahanan Matteo, seorang pria menghenti langkahnya.

"Ada apa?" tanya Narnia. "Mengapa kau menghalangi jalanku?"

"Yang Mulia, anda melupakan janji anda dengan saya?" ucapnya.

"Janji apa?" Narnia mencoba mengingat tapi untuk saat ini ia benar-benar lupa, entah karena tak fokus atau memang karena tak ada janji temu semacam itu hari ini.

"Saya tukang pijat anda, rekan saya mengirim saya karena dia sedang sakit. Anda lupa?"

"Ah... pijat?" seketika ekspresi wajah Narnia berubah sumringah terlebih ketika melihat wajah pria itu lebih tampan dibanding langganan pijat yang biasanya. "Kebetulan aku juga merasa agak pegal di bagian leher belakang dan punggung."

"Seperti bermimpi kejatuhan bintang nampaknya anda dan saya memiliki kecocokan sehingga kita bertemu di waktu yang tepat." Ucapnya lagi.

"Baiklah, katakan siapa namamu terlebih dahulu." Pinta Narnia, ia merasa semakin tertarik terlebih pria yang satu ini selain tanpa pintar pula bermain kata-kata.

"Jafar." Jawab pria itu.

"Jafar? Hmmm," kepala Narnia nampak mengangguk-angguk, lalu ia mempersilakan kepada Jafar untuk masuk ke dalam kamarnya.

"Mari lakukan pijatan di dalam." Ajak Narnia segera menutup pintu begitu Jafar melangkah ke dalam kamarnya.

Sementara itu Jena nampak kesulitan di dapur usai diminta bolak balik mencicir peralatan makan yang tak sedikit. Baru selesai mencuci, tumpukan lain datang, dicuci lagi tetap datang lagi. Jena merasa frustasi sampai mengerang beberapa kali ditengah aktivitasnya.

"Argghh!"

"Hei, kau baik-baik saja?" tegur seorang yang ada di dekat Jena.

Jena mendongak lalu mengangguk. "Aku baik, aku hanya melampiaskan kefrustasian."

"Kau menakutiku." Ujar wanita itu ngeri tetapi Jena hanya merespon dengan kekehan.

"Omong-omong kapan aku bisa berhenti mencuci piring?" tanya Jena setelah cukup lama hening.

"Ehmm, setelah para pelayan pengantar tidak membawa piring lagi." Jawab wanita itu asal dan tak yakin.

Jena menghela nafas kasar, nampaknya ia sial karena terjebak disini. Berakhir menjadi babu cuci sungguhan setelah terpisah dari Jafar dan Mirela. Yang bisa dilakukannya saat ini hanya mengumpat dalam hati sambil terus menggosok-gosok piring serta nampan berbahan perak di bawah kucuran air.

Kembali pada Jafar. Setelah menutup pintu mendadak Narnia menanggalkan pakaiannya, wanita yang kini menginjak kepala empat atau bahkan nyaris menuju kepala lima itu sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda penuaan. Dia tetap cantik, dia tetap seksi, dan dia tetap menggoda.

The Shadow Prince Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang