29. Last Talk

11.1K 1.4K 895
                                    

"Aisha."

Deg!

Gadis itu mengerjap kaget. "Y-ya, ibu?" responnya terhadap panggilan Narnia cenderung seperti orang yang ketakutan.

"Ibu perhatikan belakangan ini kau lebih sering melamun, ada apa?" tanya Narnia selaku ibu dari seorang anak gadis yang tak mau hal buruk terjadi dalam kehidupan anaknya itu.

Aisha menggeleng. "Aku hanya lelah, Ibu." Tuturnya menjawab Narnia dengan nada lembut. "Jangan khawatir, aku hanya cemas pesta untuk ayah tidak berjalan lancar malam ini."

Ya, hari pesta penyambutan sekaligus penobatan Eros sebagai Kaisar telah tiba dan akan segera terjadi malam ini. Hanya tinggal perlu menghitung waktu mundur saja sebab saat ini pun hari sudah memasuki senja.

"Astaga..." Narnia menggeleng tak habis pikir kemudian mengulurkan tangan terbukanya pada Aisha. "Kemarilah, ibu sudah lama tidak memelukmu dan merasa rindu."

Seolah merasakan hal serupa, Aisha bergegas merentangkan tangannya dan memeluk Narnia erat. "Aku juga merindukanmu, Bu." Bisiknya sambil mengencangkan pelukan, entah karena merasa bersalah atau memang murni rindu... Aisha tidak tahu.

"Putri ibu sudah sangat besar," Narnia mengusap punggung Aisha lembut. "Dulu kau masih sangat kecil ketika kita tinggal di rumah sederhana yang atapnya selalu bocor."

"Sekarang lihat dirimu..." perlahan Narnia beringsut melepaskan pelukannya dan beralih menggenggam lengan Aisha pelan agar tak menyakiti gadis itu lalu memperhatikan penampilannya dari atas ke bawah. "Kau sangat cantik dan menawan, sayang." 

Pujian itu membuat Aisha tersenyum. "Terimakasih," ucapnya merespon sang ibu, nampak pula wajahnya sedikit memerah karena rasa canggung sebab biasanya Narnia tidak pernah berinteraksi seintens ini dengannya walau notabennya mereka adalah ibu dan anak.

"Para tamu mulai berdatangan..." Narnia beralih melihat ke bawah dari balkon tempat keduanya berdiri, "kapan kau akan menikah, sayang? Ibu ingin memastikan masa depanmu aman."

"Aku akan memikirkannya nanti, Bu. Aku belum ingin memiliki pasangan untuk saat ini." Jawab Aisha jujur. "Ibu tidak usah cemas, masa depanku akan aman."

Narnia mengangguk. "Cepatlah," ditatapnya Aisha intens. "Ibu tak mau kehabisan waktu."

"Mengapa ibu mendadak bicara seperti itu?"

Sambil membelai pipi kanan Aisha, Narnia menjawab. "Umur tidak ada yang tahu."

"Ibu..." Aisha mendesahkan nafasnya agak kasar. "Ada apa dengan ibu? Ibu bertengkar dengan ayah?" tebaknya.

Narnia menggeleng, "sama sekali tidak, ibu hanya tidak ingin kau hidup dalam kesulitan." Niatnya terhadap masa depan sang anak sangatlah baik, bisa dibilang Narnia benar-benar memenuhi peran sebagai seorang ibu bagi kedua anaknya.

"Bu..." bibir Aisha mengerucut, dipeluknya lagi Narnia dengan erat. "Aku menyayangimu."

"Ibu juga. Omong-omong dimana adikmu?"

"Kurasa dia merajuk," jawab Aisha sekenanya. "Dia berpikir ibu membohonginya soal penobatan Kekaisaran."

"Anak itu..." hela nafas panjang dan kasar Narnia menandakan bahwa ia cukup lelah untuk menjelaskan pada putranya, Natan, kalau sang ayahlah yang harus menempati posisi itu terlebih dahulu. "Ibu akan menjelaskan padanya nanti."

"Aku akan menasehatinya nanti." Sahut Aisha, "sekarang sebaiknya ibu bersiap... hari sudah mulai gelap, pestanya akan dimulai."

"Putri ibu juga harus bersiap," pinta Narnia pada Aisha, saat gadis itu akan menolak segera dipelototinya dengan seram. "Ibu tak mau mendengar tidak. Kau sudah bersiap untuk pesta. Kau mempersiapkannya seharian, sejak kemarin."

The Shadow Prince Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang