"Selamat atas kelulusanmu." Ujar Alexius pada Matteo, tak lupa sesuai dengan ucapannya ia memberikan pedang kebanggaannya pada Matteo sebab diawal peraturannya bukan menjadi yang terkuat tetapi yang berhasil melukai lebih dulu dan Matteo telah melakukannya."Kau mengakuinya?" kekeh Matteo berbisik pada Alexius saat menerima pedang tersebut ke tangannya.
"Mau bagaimana lagi?" Alexius turut terkekeh lalu menepuk bahu Matteo. "Kau pantas menerimanya."
"Bukan pantas, tapi sudah tergaris dalam takdir." Ralat Matteo dengan nada angkuh lalu ia menarik diri dan bergegas pergi meninggalkan lapangan karena memilih untuk tak ikut dalam perayaan yang dilakukan oleh murid lainnya sebelum mereka kembali ke rumah masing-masing.
"Matteo!" Mike berseru, dia menepi dari kerumunan dan berlari kecil menghampiri pemuda yang sudah dianggapnya seperti saudara sendiri. "Kau akan langsung pergi?"
Matteo mengangguk. "Ya, kelihatannya?"
"Ah, begini saja. Dimana tempat tinggalmu agar aku bisa berkunjung suatu hari?"
"Kau tidak perlu tahu." Jawab Matteo dingin.
Mike cemberut, "kau ini pelit sekali, huh!" decaknya mencibir tapi tidak lanjut memaksakan kehendak untuk tahu alamat Matteo. "Baiklah, kalau begitu bagaimana dengan pelukan terakhir?"
"Terdengar menjijikan." Desis Matteo menyahut.
"Tidak?" Mike menggaruk tengkuknya yang tak gatal sambil menyengir, "uhm, baiklah."
Dengan nada kecewa Mike menyingkir dari hadapan Matteo, ingin dipeluknya lelaki itu tetapi takut kalau mendadak lehernya ditepas hingga putus terlebih saat ini Matteo sedang menggenggam pedang Alexius yang kini telah resmi berpindah tangan padanya sehingga untuk menjaga keberlangsungan hidup, Mike memilih melambaikan tangan dan menatap kepergian Matteo dari kejauhan.
"Tuan," sesampainya di gerbang seorang penjaga pria dengan sebuket bunga di tangan menghentikan Matteo. "Ada titipan bunga untuk anda."
"Siapa?" Matteo tak langsung menerima bunga tersebut, ditanyainya lebih dulu siapa orang yang telah repot-repot memberikannya bunga.
"Seorang gadis bernama Asteria, tadi dia yang meminta saya memberikan ini pada anda" jawab si penjaga.
"Asteria?" alis Matteo terangkat satu, ia heran tapi kemudian menerima buket bunga tersebut lalu menghirup aroma wangi yang menguar dari sekumpulan bunga berjenis Lily itu.
"Saya permisi." Pamit penjaga itu kembali melanjutkan tugasnya sedangkan Matteo berjalan menjauh meninggalkan kawasan akademi.
Mengingat nama Asteria disebut membuat hati Matteo terasa menghangat, maka dari itu ia berniat mengunjungi kediaman gadis itu dan berterimakasih karena telah memberinya bunga yang secara tak langsung menandakan sebagai ucapan selamat atas kelulusannya dari akademi.
Namun sesampainya di kediaman gadis itu, Matteo justru dibuat mengerutkan dahi sebab mendapat jawaban yang tak sesuai dengan ekspektasi bahkan gadis itu turut bingung atas apa yang disampaikan oleh Matteo terhadapnya.
"Berterimakasih? bunga?" Asteria menatap Matteo heran, "aku sama sekali belum pergi kemanapun hari ini dan aku tidak tahu hari ini adalah hari kelulusanmu."
"Kau tidak tahu?"
"Aku tidak tahu, sungguh." Angguk Asteria jujur. "Aku tidak menitipkan bunga pada penjaga. Maaf, ya? Tapi, jika aku tahu lebih awal pasti sudah kukirim karangan bunga besar ke sana untuk merayakan kelulusanmu."
"Ehmm," Matteo mengangguk-anggukkan kepalanya pelan. "Baiklah, kalau begitu aku sebaiknya pamit--"
"Mengapa buru-buru?" sambar Asteria cepat, ia lalu menarik lengan Matteo dan membawa pemuda itu masuk ke dalam rumah besarnya. "Duduklah terlebih dahulu, akan kuminta pelayan menyajikan minuman untukmu."
![](https://img.wattpad.com/cover/355511056-288-k54559.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Shadow Prince
Fantasy[TERSEDIA DI SHOPEE DALAM BENTUK NOVEL CETAK, langsung ketik Momentous Wordlab di pencarian terus buka akun shoppenya dan cari judul cerita ini💕] Matteo Haze atau lebih dikenal sebagai putra tunggal Kaisar Yohan dan Permaisuri Lana yang dapat ditem...