"Hai--"
"Kau.., kenapa menemuiku?" nada dingin dan sorot tegas Matteo arahkan pada Mirela.
Ya, gadis itu. Matteo masih sangat ingat wajahnya, ia bukan bocah bodoh yang mendadak amnesia. Lagipula Mirela sama sekali tidak berubah, wajahnya tetap sama seperti lima tahun lalu hanya tingginya yang bertambah tapi tak banyak.
Mirela menggembungkan pipi, dalam peluknya terdapat lima buah buku tebal yang ditulisnya sejak umur sepuluh tahun sampai lima belas tahun. Sebelum ia diperintahkan pergi dari wilayah Sirasea dan dilarang masuk sampai hari ini ia menyelinap bersama Jafar dan kelompok yang berniat merampok istana lagi.
"Aku gurumu, Jia."
Matteo menghela nafas kasar setelah mendengar kebohongan Mirela, wajahnya nampak datar tak menampilkan ekspresi apapun.
"Kau pikir aku bodoh?" responnya bertanya balik, sama sekali tidak menunjukkan keramahan.
Mirela menggaruk tengkuknya dengan satu tangan lalu meletakkan tumpukan buku itu diatas meja. "Kau harus membacanya."
Matteo mendengkus, sifatnya seolah berubah 180° ketika tidak berada atau bersama dengan Narnia. Anak laki-laki itu menjadi dingin dan pasif serta ketus dalam bicara. Bukan menjadi rahasia umum lagi jika Matteo memperlaku Narnia 'lebih spesial' dibanding perlakuannya terhadap orang lain. Mungkin karena wanita itu menyandang status sebagai ibunya?
"Banyak kebenaran yang harus kau ketahui." Ucap Mirela. "Tentang ibumu, ayahmu, keluargamu, apa yang terjadi di masalalu dan..."
Perkataan Mirela seolah mengambang di telinga Matteo, saat ini pandangannya tertuju pada satu jari Mirela yang berbeda dari jari yang lainnya. Matteo selalu benci pada sesuatu yang terlihat 'sempurna atau cacat' sendiri diantara yang lain.
Fokus pandangan Matteo jadi terus tertuju ke arah jari Mirela, ia abaikan semua yang gadis itu katakan. Muncul rasa ketidakadilan saat melihat jari yang lainnya sempurna, hanya telunjuk itu... terasa benar-benar mengganggu.
"Pangeran Mahkota, kau..." Mirela tertegun dan refleks menarik tangannya sebelum tangan panjang Matteo menggapainya.
"Aku benci sesuatu yang cacat atau sempurna sendiri." Ujar anak laki-laki itu dengan tatapan kosong.
"Apa maksudmu, hei?" Mirela tidak mengerti tetapi jelas wajahnya sedikit panik ketika mendapati ekspresi Matteo segelap ini.
Matteo mengulurkan tangannya ke arah Mirela, menyingkirkan ekspresi gelap dari wajahnya dan tersenyum. "Sejak tadi aku terus melihat tanganmu karena merasa tangan itu adalah tangan paling indah yang pernah kulihat." Ujar Matteo.
"Boleh aku menyentuhnya?" tanya anak laki-laki itu dengan suara lembut.
Mirela semakin mengeratkan cengkraman pada tangannya sendiri. Meski Matteo berkata dengan ramah tetapi ia menaruh rasa curiga besar pada anak itu.
"Aku berjanji akan membaca semua buku darimu." Imbuh Matteo.
"Kau serius?" tanya Mirela masih sedikit ragu.
Matteo mengangguk. "Aku serius asalkan kau membiarkan aku menyentuh tanganmu."
Senyum anak laki-laki itu semakin melebar, kedua matanya terpejam. Dia sedang menunggu pilihan yang diambil Mirela lalu perlahan dilihatnya tangan gadis itu bergerak menuju ke atas telapak tangan kecilnya. Tepat setelah Mirela menempatkan tangannya disana, Matteo langsung mencengkram dengan kuat.
Mirela panik. "Apa yang kau!?"
Tanpa pikir panjang Matteo menyayat jari tengah Mirela dibagian ujung, membuat gadis itu tersentak histeris dan berupaya menarik tangannya. Entah daripada Matteo mengeluarkan belati kecil tetapi tanpa belas kasihan ia lanjut melakukan hal serupa pada ibu jari Mirela, membuat gadis itu semakin memberontak sekuat tenaga sampai akhirnya berhasil menarik diri dalam kondisi tangan berlumuran darah.
![](https://img.wattpad.com/cover/355511056-288-k54559.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Shadow Prince
Fantasy[TERSEDIA DI SHOPEE DALAM BENTUK NOVEL CETAK, langsung ketik Momentous Wordlab di pencarian terus buka akun shoppenya dan cari judul cerita ini💕] Matteo Haze atau lebih dikenal sebagai putra tunggal Kaisar Yohan dan Permaisuri Lana yang dapat ditem...