38. Sickness

10.1K 1.5K 1.1K
                                    


💌ada baiknya para menantu mama  
   menekan ⭐ sebelum membaca agar  
kesabaran kalian di luaskan🐱   





"Yang Mulia...!" seru seorang tabib ahli pengobatan begitu Matteo langsung mengubah posisinya dari berbaring menjadi duduk sedetik setelah kesadarannya kembali.

"Sstt..." ringisan kesakitan terdengar dari belah bibir tipis Matteo yang terbuka.

"Yang Mulia, tolong kembalilah berbaring lebih dulu." Ucap tabib pria tersebut mencoba merebahkan tubuh Matteo dengan menarik turun bahu pemuda itu namun bukannya patuh, Matteo malah menepis tangan pria itu.

"Aku baik-baik saja." Ucapnya.

Tabib pria itu menghela nafas. "Anda tidak melihat betapa pucatnya wajah anda?"

Segera setelah mendengar ucapan itu, Matteo melihat ke arah cermin yang cukup jauh di hadapannya namun masih bisa ia gunakan untuk berkaca dan melihat dirinya sendiri yang... benar, tabib itu benar. Wajahnya sangat pucat sekali karena efek kehabisan cukup banyak darah.

"Jahitan anda baru saya selesaikan lima belas menit lalu, anda tidak boleh banyak bergerak dulu." Ucap sang tabib memperingatkan. "Jahitannya bisa terlepas lagi jika anda--" belum selesai bicara, tabib itu di bungkam oleh tingkah keras kepala Matteo yang memilih bangkit dan berjalan keluar dari kamar.

"Yang Mulia," seorang pria menghentikan aksi seloroh Matteo di depan pintu kamar, mencoba membujuk pria itu untuk tetap beristirahat sampai lukanya membaik.

"Yang Mulia, anda sebaiknya mendengarkan perintah tabib." Nasehat pria itu, meraih lengan Matteo dengan tangannya.

Matteo menoleh dengan kedua mata disipitkan. "Siapa kau?" tanyanya dingin.

"Ampun Yang Mulia," pria itu menunduk lalu memperkenalkan diri. "Saya Isaac, Yang Mulia. Ketua Prajurit angkatan ketiga."

"Bukankah sebelumnya kau bekerja sebagai baaahan wanita itu?" ujar Matteo masih dengan nada dingin kental. "Lantas mengapa kau sok akrab seakan-akan kau peduli denganku?"

"Ampun Yang Mulia, orang-orang seperti kami telah bersumpah akan setia pada Kekaisaran siapapun pemimpinnya." Jawab Isaac tanpa ada maksud ingin menyinggung Matteo.

"Ya, lakukan saja tugasmu seperti biasa kalau begitu." Sahut Matteo tak ingin ambil pusing, ia juga tidak peduli dan merasa tak harus dekat kepada para bawahannya.

"Tugas saya adalah memperhatikan kesehatan anda, Yang Mulia." Ucap Isaac memperjelas sekali lagi.

"Kau mau diam atau kupukul?" ancam Matteo sembari mengangkat satu kepalan tangannya ke arah Isaac.

"Maaf, Yang Mulia." Isaac menunduk lalu memberi jalan bagi Matteo untuk melanjutkan langkah gontai terseoknya sambil memegangi jahitan perut kirinya.

Tidak usah di tanya Matteo akan pergi kemana, sudah pasti ia ingin menghampiri Mirela karena belum mengabari gadis itu selama setengah hari lebih. Melihat matahari sudah tinggi, Matteo mempercepat langkahnya menuruni anak tangga sebab ruangan Mirela berada satu lantai di bawah ruangannya.

Namun sebelum sampai membuka pintu ruangan tempat gadis itu berada, Matteo merapihkan pakaiannya terlebih dahulu. Ia tepuki bagian-bagian yang kusut. Pakaiannya sudah diganti menjadi yang bersih, mungkin para pelayan yang melakukannya atau tabib tadi. Entahlah, Matteo tidak peduli.

Kriettt~

Derit suara pintu di buka terdengar, Mirela yang tadinya rebahan dengan tenang mendadak langsung mengubah posisi menjadi duduk dan menyorot kehadiran Matteo dengan tatapan waspada.

The Shadow Prince Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang