Di akademi Matteo tumbuh sama halnya seperti anak-anak lain namun ia cenderung menjadi anak tertutup, jarang bicara namun sekalinya berbicara langsung menusuk sampai ke ulu hati serta jantung.
Dan hari ini sama seperti hari-hari sebelumnya dimana Alexius akan mengajarkan cara mempertahankan diri dalam pertarungan yang melibatkan pedang. Sebuah pengecualian diberi pada Matteo, anak itu diminta duduk ditepi lapangan dan memperhatikan teman-temannya yang sedang latihan termasuk Mike.
Bocah itu menoleh, sesekali melambaikan tangan ke arah Matteo sambil menyengir lebar. Mungkin bisa dibilang Mike dan beberapa anak lain cukup baik pada Matteo, tapi tidak dengan Noah. Padahal anak itu sekarang harus memakai penutup pada sebelah mata tetapi tetap saja matanya yang tersisa selalu menatap jijik dan benci ke arah Matteo.
"Mungkin harusnya kupecahkan saja kepalanya," gumam Matteo seraya menghela nafas lalu berdiri sejenak untuk mengangkat kedua tangannya setinggi mungkin ke udara guna melakukan peregangan supaya tidak terlalu kaku.
Matteo menghela nafas, ia merasa bosan setiap kali kelas berpedang dimulai. Alexius sungguh sialan, membedakan dirinya dengan anak lain. Padahal Noah dalam kondisi cidera tapi tetap diizinkan latihan jika anak itu mau, dibedakan dengan dirinya yang sama sekali tidak boleh mendekat.
Ya, mungkin Alexius marah karena Matteo bilang dia bau tanah.
"Matteo!" Mike menghampiri seusai latihannya selesai, "kau bosan ya menunggu kami semua latihan?"
Matteo mendongak ke arah Mike dengan senyum tipis, tatapannya mengarah pada pedang yang dipegang oleh Mike lalu tanpa basa basi Matteo merampasnya.
"Hei, Matt!" Mike yang melotot melihat aksi Matteo yang terbilang melanggar aturan yang ditetapkan oleh Alexius.
"Matteo, kembalikan!" Mike berbisik tapi dengan penuh penekanan. "Guru bisa marah jika melihat!"
Sementara Matteo jelas mengabaikan peringatan Mike, saat ini ia sibuk memperhatikan Alexius yang sedang mengajar murid terakhir dalam pembelajarannya hari ini. Seorang murid yang paling susah sekali diajari sebab terlihat beberapa kali Alexius mengusap wajahnya kasar disertai hela nafas panjang.
"Jangan dipegang seperti itu, aish!" Alexius mengusap wajahnya lagi lalu menempatkan dirinya berhadap-hadapan dengan anak itu sembari menunjukk cara memegang pedang yang baik.
"Lihat tanganku, lihat bagaimana caraku menggenggamnya dengan satu tangan." Ujar Alexius memerintah.
Anak itu mengangguk. "Begini guru?"
"CK! Bukan, bukan begitu." Entah harus dengan cara apalagi Alexius menjelaskan kalau cara memegang pedang yang anak itu lakukan salah. "Jika kau memegangnya seperti itu, pegangannya tidak akan kencang. Lawan mudah membuat pedangmu terjatuh hanya dengan sekali tebasan kencang, Luan."
"Lihat tanganku," ujar Alexius lagi, "tiru caraku memegangnya."
Anak laki-laki bernama Luan itu mengangguk. "Sudah guru, begini?"
Alexius berdecak. "Bukan begitu, lihat dengan benar. Perhatikan baik-baik. Jika memegangnya persis seperti caraku maka pedangmu tidak akan mudah dijatuhkan--"
Klang!
Satu serangan yang dilemparkan dari arah kanan sukses membuat Alexius terkejut dan refleks melepaskan genggaman pedangnya sebab ia mendapatkan benturan dari pedang lain yang terlempar tepat mengenainya bagian atas dari pedangnya.
Sontak Alexius menoleh ke arah balkon, menatap tajam ke arah Matteo yang merupakan pelaku yang telah melemparkan sebuah pedang mengenai pedang Alexius hingga membuat pria setengah baya itu merasa seperti dipermalukan di hadapan muridnya sendiri sebab beberapa saat lalu ia bilang jika memegang pedang sesuai dengan caranya maka pedang tidak akan mudah dijatuhkan oleh lawan. Walau dalam hal ini konteksnya agak berbeda karena Alexius sedang dalam kondisi terkejut tapi tetap saja, dia merasa sangat malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Shadow Prince
Fantasy[TERSEDIA DI SHOPEE DALAM BENTUK NOVEL CETAK, langsung ketik Momentous Wordlab di pencarian terus buka akun shoppenya dan cari judul cerita ini💕] Matteo Haze atau lebih dikenal sebagai putra tunggal Kaisar Yohan dan Permaisuri Lana yang dapat ditem...