39. Dumb

10.3K 1.5K 853
                                    

Hening.

"Matteo?" panggilnya tak ada sahutan dan sekali lagi Mirela sekuat tenaga berusaha lepaskan kaitan rantai pada kaki ranjang namun gagal.

"Matteo, ini tidak lucu. Sama sekali tidak lucu. Matteo?" dan ketika tidak ada jawaban, Mirela mulai menjadi panik.

"Matteo!" pekiknya memanggil nama pemuda itu dengan nada kesal karena sekuat apapun menarik rantai yang terkait pada kaki ranjang tak akan membuat benda itu terlepas seketika.

"Ah, sial!" umpat gadis itu kesal sendiri lalu membanting rantai yang di pegangnya ke lantai. "Dasar menyebalkan!" amuknya.

"Pffttt," tak lama terdengar kekehan menanggapi omelan Mirela barusan.

"Jangan marah-marah," ucap Matteo dari arah belakang lalu ia membalik tubuh Mirela jadi menghadap ke arahnya. "Nanti kau semakin tua dan jelek." Cibirnya menambahkan.

"Bagus!" tandas Mirela tak habis pikir. "Kau tidak jadi melompat ke bawah?"

Matteo meraih sisi wajah Mirela lalu mengelusnya seraya merespon. "Kau ingin aku melakukannya, sayang?" 

Plak!

Ditamparnya tangan itu sehingga menyingkir dari pipinya. Keseluruhan wajah Mirela memerah karena marah. Ditatapnya Matteo dengan kedua mata melotot yang justru malah membuat pemuda itu merasa gemas padanya bukannya takut.

"Kenapa kau marah, hm?" masih dengan nada lembut dan tenang Matteo menanyai Mirela seolah melupakan kondisi lukanya saat ini.

"Kenapa kau melakukan hal itu? Kenapa kau masih hidup? Lompat saja sekalian!" amuk ya tak habis pikir.

"Yang benar?" kekeh Matteo.

"Tentu saja tidak!"  Mirela berdecak setelahnya, ia membalik badan dan menolak bersitatap dengan Matteo tetapi, pemuda itu sama sekali tidak marah malahan mengukir senyum tipis di bibir.

"Kalau begitu tatap aku," tangan Matteo terulur berusaha meraih dagu Mirela dari belakang namun ditepis dan berakhir meraih angin.

"Sudahlah." Erang Mirela frustasi lalu menempatkan dirinya duduk di tepi ranjang dengan ekspresi wajah tertekuk. "Aku ingin beristirahat. Kau keluarlah dari sini." Titahnya.

"Dan, yah, minta pelayan membersihkan kekacauan disini terutama bangkai burung merpati itu." Timpalnya masih dengan pandangan mata lurus ke depan, menghindari kontak mata dengan Matteo.

"Sayang..." panggil Matteo pada Mirela dengan nada melas.

"SAYANG!?" rupanya gadis itu baru sadar Matteo menyebutnya bukan dengan nama lagi. "Jangan konyol, itu bukan namaku!"

"Tidak ada yang bilang itu namamu." Kekeh Matteo kembali berusaha mengelus nakal pipi Mirela walau berakhir ditepis seperti sebelumnya. "Itu panggilan dariku, kau suka?"

"Tidak." Sahut gadis itu datar.

"Kuanggap kau suka." Ujar Matteo menarik kesimpulan yang terkesan memaksa.

Lalu ia berlutut di hadapan Mirela lalu secara mendadak membuka rantai yang melingkari pergelangan kaki gadis itu.

Bukan, bukan karena Matteo akan membebaskan Mirela melainkan karena kulit pergelangan kaki gadis itu nampak tergores oleh besi yang melingkari di kakinya, saat mencoba untuk membebaskan diri dan menghampiri Matteo yang melakukan aksi gila melompat keluar balkon padahal nyatanya pemuda itu naik lagi ke atas karena tidak benar-benar menjatuhkan dirinya. Tadi Matteo berpegang pada jari-jari besi pembatas balkon yang ada di bagian bawah.

"Kau terluka, biar kuobati." Katanya lalu melihat ke sekitar, mencari sesuatu untuk membersihkan luka di pergelangan kaki gadis itu.

Diraihnya segelas air lalu ditumpahkannya mengguyur luka kaki Mirela lalu dengan hati-hati Matteo mengelap luka itu kemudian membalutnya dengan kain.

The Shadow Prince Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang