Selama perjalanan kembali ke Everland yang menempuh waktu dua hari, Mirela tak menjelaskan tentang Matteo pada Jafar. Dia hanya diam di kapal dan Matteo duduk disebelahnya seperti anak baik normal pada umumnya.
Sehingga begitu sampai di kediaman mereka, Jafar langsung menginterogasi Mirela. Menanyai kronologi hari itu, apa yang terjadi disana, dan siapa anak yang Mirela bawa.
"Jadi, kau menemukan anak ini begitu saja?" Jafar bertanya beberapa menit setelah mereka akhirnya sampai di rumah bersama Jena juga yang memasang tampang galak seperti biasa.
"Y-ya!" jawab Mirela yakin disertai anggukkan sedangkan Matteo hanya berdiri disampingnya dengan kondisi mata tertutup. "Aku teringat pada adikku seperti halnya dirimu... karena itu, aku akan merawatnya di ruanganku sampai aku punya cukup uang untuk membuatkan ruangan lain untuknya."
Jafar menatap Mirela dan Matteo bergantian lalu menautkan alis. "Mengapa matanya ditutup?"
"Dia terluka." Bohong Mirela, "aku akan obati segera setelah kau selesai menanyaiku."
Jena mendengkus. "Sudahlah, Jafar. Mengapa kau terus menanyainya? Jika dia mau rawat anak itu maka biarkan saja."
"Anggaran makan dan biaya lain akan Mirela tanggung sendiri, benarkan?" celetuk Jena menambahkan.
Mirela mengangguk cepat. "Aku akan beli segalanya sendiri dengan kepingan emas milikku. Jangan khawatir, oke? Selesai." Ia bangkit berdiri dan hendak naik menuju lantai atas tetapi Jafar menahan lengannya hingga Jena terdengar berdecak cemburu.
"Jafar, lepaskan aku. Tolong...?" Mirela menatap tangan Jafar dengan pandangan tak nyaman sehingga pemuda itu mau tak mau melepaskannya secara terpaksa lalu Mirela mengarahkan Matteo agar mendaki anak tangga secara perlahan.
"Aku tidak bisa melihat jalan." Ujar Matteo protes namun dengan nada tenang.
"Angkat kakimu," interupsi Mirela tapi Matteo sengaja malah mengangkat tangannya. "Kau pura-pura tuli, ya?"
Matteo tak bereaksi sehingga Mirela yang geram menghela nafas kasar sesaat sebelum menggotong tubuh kecil Matteo secara paksa. Untungnya anak itu tidak berontak hanya saja terdengar menghela nafas juga dengan nada yang sebal.
"Padahal kau bisa gunakan tangan sendiri untuk membukanya." Celetuk Mirela begitu mereka sampai di ruangannya.
"Kau yang memasangnya maka kaulah orang yang akan membukanya." Balas Matteo tegas.
"Kupikir kau anak kecil yang polos." Cibir Mirela usai mendapati fakta bahwa nyatanya Matteo tidak sepolos itu untuk anak ukuran sepuluh tahun.
"Aku belajar caranya bertahan hidup dengan caraku sendiri." Sahut Matteo menanggapi.
"Jadi, kau akan berusaha menemukan kedua orang tuamu di selatan?"
"Aku tak yakin." Matteo menumpuk kedua tangannya di depan dada lalu menghela nafas kasar. "Lepas dulu ikatan mataku."
"Kau yakin?"
Matteo tak menanggapi sehingga Mirela menghela nafas kasar sembari melepas ikatan mata Matteo secara perlahan kemudian hanya butuh waktu sedetik bagi anak itu untuk merasa sangat amat tak nyaman.
"Kuharap kedua mataku buta." Celetuk Matteo seraya membuang wajah ke arah lain, tak kuasa melihat kekacauan tatanan barang-barang yang ada di ruangan Mirela.
Sendirinya pun gadis itu meringis, "aku sangat sibuk... merampok. Kau tahu...? Ah, begitulah caraku bertahan hidup. Tidak, tidak. Sebenarnya aku menabung dan berharap bisa bertemu dengan kedua orang tuamu lagi."
"Apa ada hal khusus tentang mereka?" Matteo menyahut sambil memasang kembali kain penutup mata daripada harus memandang kekacauan di ruangan Mirela sepanjang waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Shadow Prince
Fantasy[TERSEDIA DI SHOPEE DALAM BENTUK NOVEL CETAK, langsung ketik Momentous Wordlab di pencarian terus buka akun shoppenya dan cari judul cerita ini💕] Matteo Haze atau lebih dikenal sebagai putra tunggal Kaisar Yohan dan Permaisuri Lana yang dapat ditem...