42. My son is sulking

9.7K 1.6K 2.5K
                                    


"Boleh aku masuk?" tanya Lana begitu sampai di depan pintu kamar tempat Mirela berada yang sengaja dibiarkan terbuka.

"Yang Mulia...!" Mirela hendak memberi hormat tetapi Lana melarang dengan gestur gerakan tangan.

"Tidak, tidak perlu terlalu formal." Ucap wanita itu kemudian masuk dan duduk di tepi ranjang. "Bagaimana keadaanmu sekarang?"

"Aku sudah merasa lebih baik, Yang Mulia." Jawab Mirela disertai senyum tipis.

Lana mengangguk. "Senang mendengarnya namun, tujuanku ke sini bukan untuk itu melainkan bertanya tentang hubunganmu dan putraku. Apa yang terjadi diantara kalian?"

"Yang Mulia, sebenarnya kami tidak menjalin hubungan khusus atau semacamnya." Ucap Mirela tanpa ragu memberitahu situasinya. "Ini hanya kesalahpahaman antara putramu dan aku, kami tidak ada hubungan sama sekali."

Lana mengangguk paham. "Aku mengerti, kau tidak bisa bersamanya. Tidak apa-apa, jangan merasa bersalah."

Hening menelan keduanya dalam sejenak sampai Lana kembali membuka suara sambil tersenyum manis, memberi nasehat pada Mirela.

"Kau tidak melakukan kesalahan," jeda sebentar.

"Kau harus mencintai seseorang yang menghormatimu dan  bisa mencintaimu lebih dari yang kau bisa."

"Menghormati?" pandangan Mirela jatuh pada Lana lalu nampak wanita itu mengangguk, membenarkan ucapannya masih dengan senyum tulus yang sama.

"Ya, seseorang yang bisa menghormatimu dan aku yakin putraku tidak bisa melakukannya." Sahut wanita itu mengerti keadaannya.

Mirela termangu sesaat, ia mencoba membiarkan pikirannya berkomunikasi di dalam sana. Mengingat siapa saja orang-orang yang secara terang-terangan mencintainya namun juga menghormatinya.

Cuplikan ingatan dalam kepalanya mengukir wajah Jafar. Pria itu tulus, pria itu selalu menghormatinya, pria itu selalu memikirkannya, dan pria itu masih mencintainya. Cinta yang sangat besar walau sampai kini Mirela tidak pernah merasakan perasaan serupa yang pria itu rasakan.

"Kau masih muda dan--"

"Aku tiga puluh tahun, maaf." Potong Mirela sambil tersenyum hingga kedua matanya membentuk bulan sabit.

"Oh, kau tiga puluh tahun?" Lana agak terkejut karena tubuh Mirela terbilang pendek dan kecil untuk ukuran seusianya bahkan dulu Lana tidak sekecil dan sependek itu.

"Makanlah lebih banyak, ya?" ucap wanita itu menambahkan saran. "Bukan, bukannya aku mengatai atau meledekmu... hanya saja..."

"Aku tahu, terimakasih atas kepeduliannya." Mirela tersenyum.

"Kalau begitu--"

"Yang Mulia, aku senang diberi tempat disini namun aku dan dan teman-temanku memutuskan untuk pergi hari ini. Kami ingin pulang, apakah boleh?"

"Bukankah kalian sedang terluka?" cemas Lana bertanya.

"Kami memang terluka tapi kami rindu rumah." Jawaban gadis itu membuat Lana jadi tidak memiliki kata lain untuk membuat Mirela, dan dua temannya tetap berada disini.

"Baiklah." Angguk Lana menyetujui, "kau akan kembali malam ini?"

Mirela menyahut, "ya, aku minta tolong padamu untuk mengatasi putramu."

"Dia tidak akan mengacau kali ini, ada ayahnya yang akan menghentikan aksi aneh-anehnya. Kau bisa pulang nanti."

"Terimakasih, Yang Mulia."

Sementara itu mengintip kepada interaksi antara Yohan dan Matteo dimana pemuda itu baru akan menutup pintu kamar saat Yohan lebih dulu mencengkram sisi pintu dan menahannya.

The Shadow Prince Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang