"Panggil aku Mike, tidak usah terlalu formal padaku. Usiaku dua belas tahun, kau?"
"Matteo, 10 tahun." Jawabnya.
"Matteo, aku sudah mendaftarkanmu di akademi." Wanita tadi kembali datang menghampiri Matteo setelah selesai berbicara dengan pengurus akademi sekolah kebangsawanan. "Makanan, barang,dan kebutuhan hidupmu ditanggung oleh akademi mulai sekarang. Maukah kau berjanji untuk menyimpan rahasia tentang kecelakaan kecil yang menimpa ibumu?"
Matteo mengangguk.
"Anak pintar." Puji wanita itu tersenyum sumringah, ia lalu mengusap lembut puncak kepala Matteo kemudian beralih memeluk putranya sebentar. "Ibu pergi dulu, ya? Jaga dirimu disini dan jaga anak itu bersamamu."
Mike mengangguk. "Aku akan menjaganya, Bu!" dengan senang hati ia bersedia menjadi teman Matteo sebab dirinya pun tidak begitu pandai bergaul dengan kalangan anak bangsawan lain.
Setelah selesai berpamitan, wanita itu pergi keluar gerbang akademi. Matteo mengamati sampai satu anak bangsawan lain sekaligus murid terakhir akademi datang lalu tak lama nampak gerbang setinggi dua puluh meter itu ditutup, menandakan kalau tahun ajaran bagi para anak bangsawan akan dimulai disini.
"Psttt! Matteo, kemari!" Mike berbisik memanggil Matteo, menempatkan anak itu berada di barisan sebelahnya lalu mereka sama-sama mendengarkan pidato dari kepala akademi.
"Apa yang terjadi pada wajahmu?" tanya seorang anak yang yang berada di depan Mike. Dia bertanya pada Matteo, tetapi Matteo enggan menjawab dan fokus pada pengumuman.
"Matteo, ibuku memilihkan satu kamar asrama yang sama untuk kita. Kita akan jadi rekan sekamar!" seru Mike bahagia padahal Matteo nampak biasa saja malahan berekspresi risih.
"Bisa tidak jangan menyentuhku sembarangan?" ujar Matteo bertanya dengan nada dingin dan mencekam.
"Uhm, b-baiklah." Angguk Mike patuh.
Setelah pengumuman berakhir, masing-masing murid diminta untuk mengambil seragam sesuai ukuran tubuh di ruangan yang telah ditentukan namun Matteo terlebih dahulu pergi ke toilet. Ia ingin buang air kecil dan menolak tawaran Mike yang ingin mengantar.
"Baiklah, sampai bertemu di kamar kalau begitu." Mike tersenyum serta melambaikan tangan ceria sebelum pergi mengikuti murid lain ke arah yang berlawanan dari Matteo.
Anak itu menyusuri lorong sepi menuju toilet berbekal papan petunjuk yang tertancap di tengah lorong. Matteo berjalan sendiri, sesekali ia terhenti karena merasa seperti diikuti lalu berjalan lagi. Matteo mengabaikan pemikirannya sendiri hingga sampai di depan pintu toilet kemudian masuk ke dalamnya.
Sekitar sepuluh menit Matteo keluar lagi tetapi kali ini di depan pintu ada sekitar tiga orang anak laki-laki yang seumuran dengannya. Tidak, salah satu ada yang lebih besar. Mungkin ketuanya...?
"Hei, jelek! Minggir, kau menghalangi jalanku tahu?" celetuk anak itu.
Matteo mengangkat kepala, ia belum sempat mengatakan apa-apa saat tangan anak itu melayang dan menepak sisi kepalanya hingga tertoleh ke arah samping.
"Jangan melihatku dengan tidak sopan begitu! Aku anak seorang Duke!" ujarnya menyombongkan diri dengan nada angkuh.
Tangan Matteo terkepal erat, ia tak tahan tetapi sayangnya ditempat ini Matteo cukup tahu untuk tidak bertindak gegabah karena posisinya ia hanya seorang anak yang ditanggung oleh keluarga bangsawan lain atau singkatnya, Matteo tidak memiliki dukungan dari nama keluarganya sendiri.
"Tundukan kepalamu!" seru satu dari dua anak yang lain.
"Cepat menunduk!" imbuh yang satunya lagi, membuat Matteo terpaksa menundukkan kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Shadow Prince
Fantasi[TERSEDIA DI SHOPEE DALAM BENTUK NOVEL CETAK, langsung ketik Momentous Wordlab di pencarian terus buka akun shoppenya dan cari judul cerita ini💕] Matteo Haze atau lebih dikenal sebagai putra tunggal Kaisar Yohan dan Permaisuri Lana yang dapat ditem...