20. ég er hérna

11.5K 1.3K 309
                                    


"Teman-temanku..." Mirela berupaya melepaskan cengkraman Matteo pada tangannya bahkan sudah sampai menyentak balik tangan pemuda itu namun tak berhasil. "Mereka dalam bahaya!"

"Kau tidak bisa pergi." Ucap Matteo entah melarang atau memperingatkan, keduanya terdengar sama saja bagi Mirela.

"Aku tak ingin sesuatu terjadi pada mereka." Sahut Mirela membalas, matanya mulai berkaca. "Jika sesuatu sampai terjadi maka aku akan merasa bersalah seumur hidup. Tolong lepas!"

"Maka seharusnya kau tak datang." Balas Matteo datar. "Mengapa kau datang jika kau sendiri takut pada resiko yang harus teman-temanmu pikul?"

Sementara itu di aula, Narnia nampak memandangi Jafar dan Jena secara bergantian. Keduanya sedang dipegangi oleh dua orang prajurit di sisi kanan dan kiri tubuhnya. Narnia menonton keduanya sambil menunggu targetnya datang ke sini untuk menyelamatkan mereka berdua lalu Narnia akan boom! menghabisi ketiganya.

"Empat, jika putra Sang Permaisuri tersayang datang." Gumam Narnia menambahkan kalimat yang muncul di pikirannya.

"Kau tidak bisa melakukan ini pada kami!" seru Jena. "Nenek tua jelek!"

"Aku bisa melakukan apapun yang kumau," Narnia membalas, memberikan tanggapan tenang setelah dikatai oleh Jena lalu ia memanggil seorang prajurit dan minta dibawakan sesuatu.

"Pasangkan alat pemenggalan disini." Titahnya pada sang prajurit.

"Baik, Yang Mulia." Pria itu menyahut lalu pergi setelah membungkuk hormat.

"Jafar..." Jena berbisik pada Jafar, pria itu pun menatapnya. "Kita akan dipenggal, bagaimana ini?"

"Tidak apa-apa, tenanglah." Jafar membalas dengan bisikan serupa. "Semua akan baik-baik saja."

"Bahkan jika kepala kita terpisah dari badan?" sahut Jena masih berbisik.

Jafar mengangguk. "Uhum, kita masih bisa bertemu di kehidupan berikutnya."

"Janji?"

"Janji." Angguk Jafar pelan.

"Pasangkan gadis itu ke alat pemenggalan!" seru Narnia memerintah, membuat situasi aula menjadi tegang terutama bagi para tamu istana itu sendiri yang mulanya datang untuk menyaksikan pesta tetapi kini mereka dipaksa menjadi saksi pertumpahan darah.

Seketika seluruh bulu kuduk Jena berdiri, mendengar keputusan Narnia. Dua prajurit yang memeganginya mulai menyeretnya ke arah alat pemenggalan. Jelas saja Jena memberontak, sekuat tenaga ia mempertahankan diri agar tidak diletakkan pada alat mengerikan itu.

"Jangan dia!" Jafar tiba-tiba berseru, membuat Narnia jadi menoleh padanya dengan satu alis terangkat dan senyum miring. "Biar aku lebih dulu."

"Baiklah. Prajurit! pasang pemuda itu pada alat." Ucap Narnia mengubah titahnya.

"Tidak, Jafar!" pekik Jena histeris, tangisannya pecah disana.

"Jafar, jangan lakukan itu!" Jena meneriaki Jafar di tengah tangisannya. "Kumohon jangan lakukan itu, Jafar!"

"Jangan memohon," Jafar berkata pada Jena sambil tersenyum, "jangan memohon kepada siapapun selain pada Tuhan."

"Hiks..." tangisan Jena semakin menjadi, kedua kakinya terasa melemas bak jeli kemudian ia meluruh disana sambil tersedu-sedu menyaksikan Jafar yang mulai menempatkannya dirinya pada alat tersebut.

"Jafar..." tak kuasa berteriak lagi, Jena hany mampu melirih saat menyebutkan nama lelaki itu.

Melihat Jafar berlutut di depan alat pemenggalan, menempatkan kepalanya di bagian cekungan alat itu dengan seorang algojo yang memegang tali tak jauh dari sana.

The Shadow Prince Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang