Sempurna dan cacat.
Antonim kata yang paling dibenci oleh Matteo Haze.
Sesederhana, dia tidak sempurna jadi dia tidak ingin melihat ada yang sempurna. Misalnya anak bebek tempo hari.
Dia cacat. Jadi, dia tidak mau melihat sesuatu yang cacat sendirian. Sebagai contoh dalam hal ini adalah jari Mirela.
Hari ini pelatihannya di mulai setelah membuat kekacauan yang sukses membuat Narnia murka sebab mendapati putrinya dalam keadaan sedemikian mengerikan karena ulahnya.
Matteo tidak merasa bersalah tidak juga berniat minta maaf. Dia menjalankan hari seolah kemarin tidak terjadi apapun. Seperti biasa, paginya dimulai setelah bangun, mandi, lalu berpakaian. Yang membedakan setelahnya ialah pergi latihan bersama seorang guru. Guru yang asli.
"Yang Mulia..." wanita itu tersenyum tipis sambil memegangi penutup luka di lehernya selama beberapa saat. "Namaku Jia, aku adalah gurumu dalam ilmu pengetahuan dan ilmu etika." Ujarnya.
"Apa Panglima Calix yang memintamu mengajarku?" Matteo bertanya dan wanita itu mengangguk.
"Benar, beliau memintaku secara khusus untuk mengajar anda di istana seperti pelajar yang didapat para bangsawan di akademi." Jelas wanita bernama Jia itu singkat.
"Baiklah, lanjutkan." Sahut Matteo mengangguk.
Jia mengangguk lalu mulai menjelaskan tentang ilmu pengetahuan secara teori serta etika. Tetapi, dari segala hal yang dijelaskan oleh Jia sebetulnya tak ada satupun yang didengar oleh Matteo.
Fokusnya jatuh ke arah lain, sesekali Matteo tertangkap basah sedang meremas tangannya sendiri tetapi Jia berusaha mengabaikan hal itu dan terus menjelaskan banyak hal pada anak laki-laki itu.
"Guru..." panggil Matteo pelan, "bisa tolong singkirkan poni rambutmu?"
Matteo meneguk ludah, cengkraman pada kepalan tangannya semakin menguat sampai jalur arterinya terlihat. Menandakan bahwa saat ini ia benar-benar sedang sekuat tenaga menahan dirinya agar masih terkendali namun lama-kelamaan Matteo tak tahan lagi.
"Ah, apa poniku mengganggumu?" wanita itu tersenyum, sambil terkekeh ia membenahi poninya tetapi itu malah semakin membuatnya terlihat tidak sama rata dan memicu reaksi lanjutan dari Matteo.
"Bagaimana se--ukhh!"
Jleb!
Belum sempat menyelesaikan ucapannya, sebuah belati tertancap tepat di tengah leher wanita itu. Sontak kepalanya terdongak bersamaan dengan derasnya darah yang mengalir sampai ke lantai.
Wanita itu menggelepar di lantai, kesakitan namun tidak sempat terlihat. Darah terus mengalir deras membasahi lantai hingga sebagian tubuh wanita itu terbalur oleh darahnya sendiri.
Matteo pelakunya.
Pembunuhan pertamanya di usia sepuluh tahun persis seperti yang tertulis dalam narasi novel Shadow Love. Itulah mengapa Matteo mendapat peran Villain dalam novel itu, bukan tokoh utama pria. Menculik dan memperkosa tokoh utama wanita, itulah alasan mengapa Matteo pantas mati ditangan River Maverick atau yang lebih dikenal sebagai sang tokoh utama pria dalam novel Shadow Love.
Brak!
"Apa yang terjadi!?" Calix bertanya dengan wajah panik setelah masuk ke ruangan tersebut dengan paksa dan terkejut ketika mendapati Guru Jia sudah tak sadarkan diri dalam kondisi bersimbah darah.
"Matteo...?" tatapan penuh curiga langsung terarah pada Matteo dan anak lelaki itu tidak mengelak ketika ditanya. "Kau yang melakukan ini padanya?"
Matteo mengangguk. "Ya, aku melakukannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Shadow Prince
Fantasy[TERSEDIA DI SHOPEE DALAM BENTUK NOVEL CETAK, langsung ketik Momentous Wordlab di pencarian terus buka akun shoppenya dan cari judul cerita ini💕] Matteo Haze atau lebih dikenal sebagai putra tunggal Kaisar Yohan dan Permaisuri Lana yang dapat ditem...