Dua minggu yang lalu Mirela sendiri yang putuskan untuk pergi ke Everland, tinggal lagi bersama Jafar dan Jena. Tetapi, sialnya lama kelamaan ia semakin merasa kalau Jafar sebenarnya menempatkan dirinya pada opsi kedua.Jafar tidak sungguh-sungguh memiliki perasaan terhadapnya, Mirela malah merasa kalau sebenarnya selama ini Jafar hanya takut mengkhianati pertemanannya dengan Jena dan rasa takut itulah yang membawa Jafar meletakkan perasaannya pada Mirela untuk sementara waktu karena dilihat dari hari ke hari keduanya sangat dekat. Dekattttt sekali!
"Hei, Mire." Jena menyenggol lengan Mirela, mendatangi gadis yang sedang duduk di bawah pohon apel sendirian dan merenung menatap ke arah jalan pasar yang ramai lalu lalang orang.
"Apa pendapatmu tentang cinta?" lanjut Jena bertanya seraya menempatkan bokongnya duduk di sebelah Mirela.
"Cinta?" Mirela diam sebentar, berpikir, dan menggali-gali file ingatan di dalam otaknya. "Sakit."
"Kenapa?"
Mirela menggeleng. "Entahlah... aku hanya merasa agak gamang belakangan ini."
Jena mengulum senyum lalu menyikut lengan Mirela. "Itu karena kau terus berdiam diri sejak kembali ke sini, kau sama sekali tidak ceria seperti dulu. Mire, aku tidak keberatan jika kau ingin menceritakan tentang hal yang membuatmu murung begini. Apa karena Jafar terlihat biasa saja?"
"Bukan seperti itu," Elak Mirela namun ia jujur. "Kurasa aku harus mencari pekerjaan tetap."
"Putri mendiang Duke itu..."Jena menjeda sejenak, mencoba ingat-ingat tentang lowongan pekerjaan. " Ah, dia mencari asisten pribadi yang jago beladiri. Kau mau daftar?"
"Jika jago beladiri maka seharusnya itu ditujukan untuk laki-laki." Seloroh Mirela menyahut.
"Tidaaaaakkk, itu untuk perempuan!"
"Putri mendiang Duke siapa yang kau maksud?"
"Nona Asteria!" seru Jena memberitahu.
"Dia lagi?" desis Mirela sebal, "tidak ada putri Duke lainnya?"
"Dia memberi lima ribu keping koin emas perbulan sebagai gaji." Lanjut Jena menginformakan.
"APA!?" kedua mata Mirela langsung terbuka lebar, menghijau kalau soal uang. "KAU SERIUS!?"
"IYA! Aku se--" ucapan Jena terhenti disitu, ia belum selesai tetapi Mirela sudah kabur berlari menuju kediaman Asteria untuk mendapatkan pekerjaan dari gadis itu.
Sementara itu di kediamannya, Asteria sangat bingung. Dia berjalan mondar-mandir bersama sebuah surat undangan di tangannya. Masih ragu untuk hadir namun tak enak jika menolak.
"River tidak bisa mengantarku," gumamnya mengingat pria yang selama ini telah beralih profesi menjadi penjaga pribadinya sesekali di sela-sela tugas Kerajaan sebagai Panglima Perang.
"Kalau tidak pergi..." Asteria masih berjalan ke sana kemari sambil menggigit kuku ibu jarinya sampai kemudian seorang gadis sampai di depan pintu yang sengaja dibiarkan terbuka karena sudah tiga hari ini ia mencari asisten pribadi yang bisa beladiri.
"Permisi," sapa Mirela. "Kau cari asisten pribadi yang bisa beladiri?"
"Apa kau--" ucapan Asteria terhenti disana sesaat, ia mengenal wajah gadis itu. "Kau?"
"Ekhem, mari lupakan yang terjadi di masalalu dan mari buat awal yang baru." Ucap Mirela bijaksana, "kau butuh asisten perempuan yang bisa beladiri, kan? Aku bisa."
"Kau... bisa?" Asteria menatap Mirela skeptis sampai gadis itu mengangguk yakin dan mengatakan sanggup.
"Baiklah, kau diterima." Putus Asteria cepat. "Sekarang bersiaplah, kita akan pergi malam ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Shadow Prince
Fantasy[TERSEDIA DI SHOPEE DALAM BENTUK NOVEL CETAK, langsung ketik Momentous Wordlab di pencarian terus buka akun shoppenya dan cari judul cerita ini💕] Matteo Haze atau lebih dikenal sebagai putra tunggal Kaisar Yohan dan Permaisuri Lana yang dapat ditem...