"Kau bisa keluar masuk melalui pintu samping." Ucap Aisha seraya memberikan kunci gembok pintu yang secara khusus digunakan olehnya jika ingin keluar masuk dari istana.
Dengan senang hati Matteo mengulurkan tangan dan menerima kunci tersebut lalu berterimakasih. "Aku akan mengingat bantuanmu. Omong-omong, boleh aku minta uang?"
"Ehmm, aku tidak punya koin emas sekarang namun..." seraya membuka perhiasan yang semula terpasang lehernya, Aisha lalu berkata. "Kau bisa menjual ini di pasar dan mendapatkan sekantong koin emas."
"Ada ukiran lambang kerajaan disini, harganya akan lumayan mahal." Imbuh Aisha memberitahu.
"Boleh gelangmu sekalian?" celetuk Matteo tak tahu malu.
"Ah..." Aisha tertegun, ia tidak mengira kalau Matteo adalah tipe orang yang dikasih jantung meminta hati beserta ampela juga.
Namun Aisha adalah tipe orang yang tidak bisa menolak. Jadi, saat Matteo meminta gelangnya dengan denang hati ia memberikannya. "Tentu, sebentar." Meski ekspresi yang muncul di wajahnya tidak menggambarkan demikian.
"Ini dia..." Aisha menyerahkan gelang tersenyum ke tangan Matteo dan lagi-lagi pemuda itu berterimakasih.
"Aku akan pergi." Pamitnya pada Aisha lalu keluar dari gerbang seukuran tubuh satu orang dewasa itu.
Setelah memakai tudung kepala, Matteo bergegas menuju pasar untuk menjual seluruh perhiasan yang di dapatnya dari Aisha. Uangnya akan ia simpan untuk biaya perjalanan nanti, saat membawa orang tuanya pergi dari wilayah ini dan sebagian lagi untuk makan. Perutnya mulai berbunyi menandakan bahwa pencernaannya sedang memohon minta diisi.
Matteo mendapatkan dua kantong masing-masing berisi dua ratus keping dan seratus lima puluh keping emas dari penjualan perhiasan Aisha di dua tempat penempa perhiasan yang berbeda.
Pemuda itu berada di pasar sekarang, ia melihat sekeliling lalu menyambangi kedai makan terdekat. Kedai itu nampak sederhana dengan makanan berupa sup roti yang ditawarkannya. Merasa tertarik, Matteo mampir ke sana dan memesan.
"Aku pesan satu porsi." Ujarnya pada sang pemilik.
"Satu saja? Minumnya?" lelaki setengah baya itu membalas dengan senyum ramah terpatri di wajah. "Atau ingin tambahan lain seperti bir?"
"Air putih saja." Balas Matteo.
Lelaki itu mengangguk, ia masuk ke kedai dan membuatkan makanan yang Matteo pesan. Menghabiskan waktu sekitar kurang dari lima belas menit berkecimpung di dalam sana lalu keluar lagi dengan nampan berisi semangkuk sup roti dan segelas air putih dalam gelas perunggu.
Menyajikannya ke atas meja tempat Matteo lalu mempersilakan pemuda itu makan. Matteo mengangguk, ia meraih sendok yang juga terbuat dari perunggu. Hendak menyuap sup masuk ke dalam mulutnya tetapi terhenti tepat di depan bibir ketika ia menyadari lelaki pemilik kedai masih berdiri di depan mejanya, memperhatikan gerak-geriknya secara detail dan jujur Matteo merasa agak terganggu.
"Ada apa?" tanyanya pada lelaki itu.
"Ah, begini..." jeda sesaat, lelaki itu menyunggingkan senyum ramah. "Beberapa waktu lalu aku kehilangan alat makan karena dibawa lari begitu saja oleh seorang gadis. Setelah kejadian itu aku harus memastikan tidak ada pelanggan yang membawa lari alat makanku."
"Kau pikir aku akan mencuri alat makan berbahan perunggu yang bahkan tak laku untuk dijual kembali?" celetuk Matteo sarkas.
"Sebelumnya kedai ini menggunakan alat makan berbahan perak." Jawabnya mengantisipasi, "karena kejadian gadis itu, kuputuskan untuk menggantinya dengan yang berbahan perunggu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Shadow Prince
Fantasy[TERSEDIA DI SHOPEE DALAM BENTUK NOVEL CETAK, langsung ketik Momentous Wordlab di pencarian terus buka akun shoppenya dan cari judul cerita ini💕] Matteo Haze atau lebih dikenal sebagai putra tunggal Kaisar Yohan dan Permaisuri Lana yang dapat ditem...