"Aku harus pergi dari sini...!" tekad yang sama masih ada di dalam hati Mirela saat ini, tepat setelah pergantian hari dan total ini hari kedua dirinya di kurung oleh Matteo tanpa bisa beranjak dari kasur dan sialnya Matteo juga mengawasinya secara langsung.
Nampak pemuda itu sedang duduk di sofa dan bersandar dengan kedua mata tertutup serta aliran nafas tenang. Matteo tertidur. Sejak satu atau dua jam lalu Mirela tak lagi melihat pergerakan berarti dari pemuda itu dan sekarang kedua matanya tertuju pada kilauan yang tergeletak di sudut ranjang, kilauan yang berasal dari kunci pembuka gembok di rantai kakinya.
Mungkin pemuda itu lupa menyimpannya kembali karena mengira Mirela sudah larut dalam mimpi dan tak akan berusaha melarikan diri.
Namun sayangnya Matteo salah, Mirela tetap mencoba untuk kabur dari sini. Terlihat sekarang gadis itu sedang merangkak hati-hati karena tak mau menimbulkan bunyi dari rantai di kakinya sambil mengulurkan tangannya hendak menggapai kunci di sudut ranjang.
"Sedikit lagi." Batinnya berusaha menyemangati diri sendiri, membayangkan betapa bebasnya ia di dunia luar seperti sebelum-sebelumnya. "Aku tidak mau terperangkap di tempat ini selamanya!"
Satu tangannya terulur berusaha menggapai kunci tersebut sedangkan tangannya yang lain berpegang pada tiang penyangga ranjang, Mirela tak mau kalau ada sedikit saja bunyi yang dapat membuat Matteo tersadar kalau--
Deg!
Kedua mata Mirela terbuka lebar, ia menyadari sebuah tangan menggenggam tangannya yang hendak meraih kunci tersebut lalu dalam satu gerakan cepat tangannya ditarik dan punggung tangannya dihadiahi kecupan.
Cup!
"Kau terbangun malam-malam sekali, hm?"
"Sial!" umpat Mirela dalam hati, ia terlonjak dan langsung memutar tubuh sehingga secara jelas dapat melihat Matteo yang berdiri tepat di dekat sudut ranjang dengan kedua tangan yang baru disilangkan di depan dada.
Tatapan Matteo menajam, ia tidak tersenyum sama sekali. "Bukankah sudah kubilang untuk tidak mencoba kabur diam-diam dari sini?"
"Kau sama sekali tidak berhak atas hidupku, Matteo!" desis Mirela mulai mencengkram kuat sprei seolah menahan amarahnya dalam genggaman tangan.
"Hmmm...." Matteo mengangkat kedua alisnya, "masalahnya adalah sekarang kau disini maka kau akan tetap disini selama-lamanya. Kau mengerti?"
"Tidak, aku tidak mengerti. Aku tidak mengerti kenapa kau memaksaku tetap tinggal disini! Kenapa!?"
Matteo masih menatap Mirela tak ada sedetik pun baginya untuk berpaling dari wajah mungil gadis itu. "Kau telah menarik perhatianku."
"Perhatianmu?"
"Ya." Angguk Matteo disusul kekehan lembut. Ia lalu merangkak naik ke atas kasur, menempatkan dirinya duduk berhadapan dengan Mirela lalu mendaratkan tangannya di paha atas gadis itu. "Aku jarang melihat gadis cantik duduk di depanku."
"Kau gila!?" pekik Mirela refleks mengusir tangan Matteo dari atas pahanya namun tangan pemuda itu justru mencengkeramnya cukup kuat disana.
"Sebenarnya ini kali pertama aku duduk sedekat ini dengan seorang gadis." Lanjut Matteo berkata seolah sedang mencoba meluluhkan hati Mirela dengan cara menggombal seperti buaya pada umumnya.
"Itu bukan urusanku, Yang Mulia." Desis Mirela memelototi Matteo.
Matteo tertawa keras sesaat. "Oh..." Lalu berhenti tertawa dan kembali menjadi serius. Ekspresinya terkejut namun dengan cepat ia mengubahnya menjadi seringai. "Kau memanggilku 'Yang Mulia?' ditatapnya Mirela dengan geli. "Itu lucu sekali, bagaimana kalau aku memanggilmu dengan milikku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Shadow Prince
Fantasy[TERSEDIA DI SHOPEE DALAM BENTUK NOVEL CETAK, langsung ketik Momentous Wordlab di pencarian terus buka akun shoppenya dan cari judul cerita ini💕] Matteo Haze atau lebih dikenal sebagai putra tunggal Kaisar Yohan dan Permaisuri Lana yang dapat ditem...