11. Jodoh Siapa Yang Tau

6.1K 220 0
                                    

Ke esokan harinya Alin dan Hanan sudah bersiap pulang ke Malang. Mereka berangkat agak siang. Mengingat Hanan masih dalam masa cutinya.

"Nduk ini makanan kecil dari Bunda sama oleh oleh buat keluarga yang di Malang." kata Tante Hana.

"Ya Allah bunda jangan repot repot." Ucapku tak enak.

"Nggak papa nduk. Nitip salam ke keluarga yan nduk." ucap Pak Edi

"Hanan hati hati bawa mobilnya.Jangan macem macem ya le." Ucap tante Hana

"Siap" jawab Mas Hanan singkat.

Kami pun mulai berangkat dari Surabaya menuju ke Malang. Selama di dalam mobil Mas Hanan fokus diam untuk menyetir.

"Mas masa cutinya udah habis?"

"Belum sih, nanti malam kayanya mau balik ke Surabaya lagi."

"Kenapa balik lagi?"

"Saya kan mau nganterin kamu aja hari ini, terus mau jenguk temen di RST."

"Oh iya, maaf ya mas saya ngerepotin"

"Nggapapa Lin, saya kan yang bawa kamu pulang"

Setibanya di Malang, orang tuaku menyambut kami. Ada Ayah dan Bunda. Bahkan ayah yang paling semangat dengan kedatangan Mas Hanan.

Mas Hanan masuk di geret Ayah, wajah mas Hanan pun ya lempeng lempeng aja. Bunda menyiapkan minuman untuk Mas Hanan. Rupanya Ayah masih tidak menyangka bisa dipertemukan oleh Hanan. Sepertinya dulu Ayahku dan Pak Edi sangat akrab.

Sepulang mas Hanan dari rumah ku. Kini giliran ku yang digeret bunda. Sepertinya mulut Bunda ku siap menanyakan perihal aku dan Mas Hanan.

.......

Hanan Pov

Kayva Ralin, perempuan yang lucu dan menarik perhatianku. Aku memang sudah banyak bercerita kepada keluargaku sejak munculnya permasalahan perjodohan dengan Vania.

Hari ini aku benar benar kembali ke Malang dan mulai berdinas. Masa Cutiku sudah habis.

Pagi ini setelah apel aku dan rekan rekanku memulai hari dengan latihan menembak. Beginilah abdinegara, peganganya ya senjata. Banyak yang bilang kalau istri pertama abdinegara adalah ya senjata tembak ini. Ke dua baru benar benar istrinya nanti.

Setelah latihan menembak. Kami menuju kantin untuk makan.

"Nan gimana kemarin lancar nih feeling abang." Ucap Bang Fikri

"Lancar apanya bang?" Tanyaku yang masih bingung dengan arah pembicaraan ini.

"Ayah yang bilang kalau kamu ke rumah, aku ditanya kapan main main lagi kesana."

"Oh itu Bang saya kemarin cuman ngobrol sama Ayahnya Alin sebentar aja."

"Mau nglamar juga gak apa pastinya" ucap Bang Fikri dengan tertawa keras.

Ternyata ucapan Bang Fikri itu di dengar oleh rekan rekan ku yang sama berada di kantin sehingga rekan rekanku turut menghebohkan suasana makan siang yang tadinya sunyi senyap hanya ada dentingan sendok, kini menjadi ricuh sorakan lettingku bahkan senior dan junior juga.

"Ndan siap pengajuan ya?" Tanya salah satu juniorku.

"Pengajuan apa sih yang kau maksud ini. Fokus saja sama pengabdian kepada negara!"

"Siapp!" Ucap mereka serentak.

Duh, aku jadi malu. Aku sangat pintar menyembunyikan ekspresi wajahku, hingga yang terlihat adalah wajah datar ku.

Sore hari aku kembali ke barak untuk beristirahat dan bersih bersih diri juga ibadah ke masjid di dekat batalyon.

Setelah merebahkan tubuhku ke kasur barak, telepon ku berbunyi muncul nama "Vania" tapi kuputuskan untuk tidak mengangkat telepon itu. Lelah, Vania pasti membahas hal yang tidak tidak.

We Meet Again?  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang