12

735 78 10
                                    

    Hari berganti hari, Floren masih menyusun rencana untuk ia masuk kembali ke ruangan Pak Rahmat yang kemarin memarahinya.

Sampai hari inilah Floren berhasil memasuki kembali ruangannya, karena mata kuliah Rahmat yang tak tentu membuat Floren agak kesulitan untuk menemui dosen satu itu.

"Kamu lagi, harus saya peringatkan berapa kali Floren! Kamu ini anak pemilik kampus ini, kenapa kamu tidak bisa menjadi panutan mahasiswa lain?!"

"Ya karena saya anak papa saya bukan anakmu! Kamu terlalu menekan! Lagipula apa hak anda menekan saya untuk menjadi panutan mahasiswa lain jika anda sendiri tidak bisa menjadi panutan bagi kampus ini?!"

"Apa maksudmu?! Berani menjawab kamu ya?! Apa pak Kinal tidak mengajarkanmu sopan santun?!" Geramnya.

Floren mengepal tangannya erat, Freya ada disampingnya sekarang, Freya menggenggam tangan Floren, mengusapnya untuk memberikan ketenangan.

"Jangan pernah anda bawa-bawa Papa saya! Rahmat Rahmat.. Kamu pikir aku tidak tahu perbuatanmu?!" Sarkasnya sambil bangun berdiri di depan pak tua di depannya ini.

"Sudah tua, harusnya kau beristirahat bukannya malah membunuh di gudang kampus!"

"KAMU?! APA MAKSUDMU?! AKU BAHKAN TIDAK PERNAH PERGI KESANA?!" Ucapnya dengan nada tinggi.

"Ohh? Benarkah? Tak pernah ya? Mau melihatnya bersamaku?!" Tawarnya.

"KELUAR!! KAMU DARI RUANGANKU!! DASAR ANAK TIDAK TAHU SOPAN SANTUN!"

Floren yang mendengarnya rasanya ingin memukul dengan keras wajah pak tua didepannya. 

Floren hanya memasang wajah datarnya dengan raut wajah kesal, memerah karena menahan emosi.
Berjalan keluar ruangan, dengan nafas yang tidak teratur karena menahan perasaan untuk memukul dosen tua satu itu.

Freya yang merasakan amarah Floren pun menarik Floren menuju kamar mandi terdekat.

"Astaga, nona kau mengejutkanku" kagetnya karena tiba-tiba ditarik.

"Wajahmu seram kalau menahan amarah, butuh ketenangan?" Tanya Freya.

Floren diam, wajahnya sangat datar karena menahan kesal, ia pun menarik pinggang Freya, Freya tersenyum, ia membalas pelukan Floren tak kalah erat, Floren meletakan kepalanya di bahu Freya, mencium aroma tubuh Freya, yang tak beraroma namun entah kenapa Floren tetap suka melakukannya.

Menenggelamkan wajahnya diceruk leher Freya, Freya mengelus lembut belakang punggung Floren.

"Tenang ya? Aku disini" ucap Freya.

Floren mengangguk di posisi memeluk tubuh mungil Freya.

Pelukan terjadi selama 15 menit, walau sering melakukannya, rasa ketenangannya masih sama.

Floren selalu tenang jika dipeluk oleh Freya, merasa lebih baik, Floren melepas pelukannya.

"Ayo keluar, ini sudah sore, rasanya tubuhku tidak nyaman.. dosen satu itu sangat merepotkan, disaat semua dosen masuk pagi, atau siang hari, dia memilih sore, aneh sekali" gerutu Floren.

"Ah bukan aneh, dia memang aneh, sangat aneh, psikopat, ck aku jadi mengingat hal itu lagi" kesal Floren.

"Sudah, jangan diingat setidaknya kamu sudah dekat dengan targetmu.." sahut Freya.

Floren menghela nafas, mereka pun memilih keluar dari kamar mandi.

*

"Gak.. gak mungkin.. ini gak bisa dibiarin! anak itu.. harus mati malam ini juga"

Pria itu mundar mandir di ruangannya, ia memikirkan cara agar bagaimana ia menjalankan rencananya malam ini.

"Rencana apa yang harus ku ambil.. tapi dengar-dengar.. Pak Kinal sedang keluar kota? Dan tak berada di rumahnya, itu artinya..

She's Always be My Queen[End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang