2. Prolog

977 40 5
                                    

Tahun 2038.

Aslam tengah mengancingkan baju kokonya menatap pergerakan Haura yang merapikan tempat tidur. Walau hampir setengah abad Haura masih terlihat sangat cantik. Perempuan yang telah memberikan ia dua orang anak itu selalu membuatnya merasa beruntung. Tanpa Haura ia bukanlah apa-apa dan tak bisa apa-apa.

"Kak?"Haura menoleh mendapati Aslam mengusap rambutnya yang masih basah dengan handuk.

"Aku aja nanti, kakak sana berangkat ke masjid" Haura melirik jam dinding yang hampir menunjukkan pukul 12. Aslam memang hendak pergi sholat Jumat. Kebetulan hari ini libur, tanggal merah peringatan hari pahlawan, jadi ia tidak ke kampus.

Aslam tersenyum. Ia malah teringat penyebab rambut Haura basah siang-siang begini. Apalagi kalau bukan ibadah ranjang yang memang disunahkah bagi pria sebelum berangkat sholat jumat.

"Sakit pinggangnya?"Aslam mengusap pinggang Haura pelan. Perempuan itu meraba pinggangnya sekilas dan Alsam melihatnya.

Haura menggeleng. Tapi Aslam malah menyalahkan diri. Kadang ia lupa istrinya tak muda lagi tapi ia sebagai pria makin tua malah semakin prima.

"Maaf ya, kakak kelepasan"Ujar Aslam pelan. Inilah yang membuat Haura kadang masih berdebar dan berbunga-bunga. Walau umur sudah 50 tahun lebih Aslam masih tetap hangat, romantis dan penuh perhatian. Dari segi fisik pria itu masih terlihat gagah. Tentu, Aslam menjaga pola makan dan kegiatan fisiknya. Jarang orang mengira jika pria itu sudah setengah abad lebih.

"Gak kenapa-napa kak," Haura berbalik melepas tangan Aslam di pinggangnya.

"Ya sudah kakak berangkat dulu,"Aslam menyerahkan handuk pada Haura.

Cupp. Satu kecupan di pelipis Haura. Chup dan ciuman singkat di bibir.

Aslam masihlah Aslam yang dulu. Rutinitas yang tak pernah ia lewatkan ketika berpamitan dengan Haura.

"Assalamualaikum"ujar Aslam kemudian keluar dari kamar. "Waalaikumsalam," Haura menatap punggung prianya itu. Ia segera menyambar kerudung lalu keluar kamar. Ia harus menyiapkan makan siang lebih karena Azlan pulang kerumah dengan salah satu temannya.

Sementara itu Aslam yang baru saja keluar menuju teras samping melihat putrinya yang masih mengenakan pakaian taekwondo tengah duduk sambil menatap objek lemparannya tiga meter di depan, Dartboard, permainan lempar anak panah.

"Wahhh Teteh..udah 10 kali lemparan,"

Prok-prok ..

Zhean putra bungsu Arkan yang sudah mengenakan baju koko memperhatikan aksi Kala sedari tadi.

"Dan gak ada yang berhasil, kakakaa.."Zhean mentertawakan Kala.

"Diem!" kala menatap kesal pada adik sepupunya itu.

Kala mengangkat satu kakinya menaruh di atas paha satunya. Ia menggerak-gerakan pergelangan kakinya sambil menatap tajam ke depan.

"Kala duduk seperti duduk perempuan,"Ujar Aslam yang melihat tingkah putri semata wayangnya itu yang jauh dari kata gadis manis. Kala sehari- hari berpakaian perempun dan terlihat kalem dan anggun namun tidak dengan tingkahnya kadang-kadang menyerupai laki-laki dan absurd. Aslam dan Haura selalu mengajari dan mengingatkannya. Tapi gadis itu sering kali terbawa-bawa hal-hal dari luar.

Kala diam namun tak urung mendengarkan teguran sang ayah. Ia menurunkan kakinya.

"Udah Yah?" Azlan keluar bersama temannya sama-sama rapi dan wangi. Mereka hendak berangkat bersama ke masjid. Aslam mengangguk.

"Ayok bang," Zhean langsung berdiri. Putra Arkan itu menginap kemarin di rumah Haura karena ia libur sekolah.

"Kala bantuin bunda di dapur,"

VIGILANTE S1 -21+ (END✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang