Bita menatap sendu sahabat sekaligus saudarinya itu. Waktu sudah menunjukkan pukul 3 dini hari namun ia belum juga bisa tidur. Sehabis mengurus segala administrasi dan memerintahkan pada semua dokter yang terlibat untuk tutup mulut, Liam memutuskan untuk kembali ke apartemen Deka, mengambil beberapa keperluannya. Bita dan Kehan yang berjaga disini. Kehan pun sudah memintanya untuk istirahat, namun ia menolak. Entah apa yang membuat Bita begitu takut untuk memejamkan matanya. Kepalanya terasa sangat ribut saat ini, dan dia tidak bisa tenang sebelum Deka membuka mata. Saat Deka dinyatakan kekurangan darah, ia langsung mengajukan diri paling pertama untuk melakukan transfusi. Golongan darah mereka sama, hal itu menjadi nilai tambah ikatan kuat mereka.
"Kau butuh tidur, babe" Kehan membuka pintu pelan, sedari tadi ia berada di ruang tamu, merebahkan diri. Sedangkan Bita tetap setia duduk di sebelah brangkar Deka. Ia menatap sendu kedua pergelangan tangan yang terbalut kain kasa itu, hatinya semakin sakit melihat kilatan besi bulat itu. Liam memutuskan untuk memborgol kedua tangan Deka pada brangkar. Hal itu Liam putuskan sendiri tanpa berunding dengannya, ia melakukannya karena takut-takut Deka akan melakukan hal yang sama, lagi.
"Sebentar lagi, aku takut ketika ia bangun, dia tidak menemukan siapapun. Aku tidak mau dia hanya diam menunggu." Kehan mengusap surai Bita pelan. Merasa Bita sudah tidak ingin bernegosiasi, ia pun menarik kursi yang lain dan menemani Bita di sana, merangkul dan mengarahkan agar kepala itu bersandar pada bahunya. Kehan mengelus sayang pipi Bita. Kehan cukup khawatir pada kekasihnya, wanita itu baru saja menangis yang lumayan menguras tenaga, ditambah lagi ia harus transfusi darah dan belum juga tidur sampai saat ini. Bisa-bisa keadaan berbalik dan Bita ikut terbaring di atas brangkar karena kelelahan.
"Aku tau kamu khawatir, tapi pejamkanlah matamu sebentar. Aku sempat tertidur sebentar tadi, aku yang akan tetap terjaga dan akan langsung membangunkanmu jika Kara bangun." Bita hanya menggeleng lemah. Kehan membuang nafas pasrah.
"Kalau saja aku tidak mengatakan hal itu mungkin Hanah tidak akan berakhir disini"
"Cup cup, banana. Ini bukan salahmu"
"Ini salahku, kalau saja aku tau. Sudah pasti akan ku giles temanmu itu dengan mobil kakakku" Kehan menaikkan alisnya bingung.
"Siapa?" Tanyanya penasaran.
"Siapa lagi, Raka" jawab Bita enteng dan kesal.
"Aku tidak mengerti, mengapa Raka?"
"Hah~ aku harusnya tidak menyalahkannya, ini semua murni kesalahanku. Kalau saja aku tidak menjodoh-jodohkan mereka karena gosip murahan itu, Hanah pasti tidak akan terlibat dengannya, andai aku tidak menyarankannya untuk mengantar Hanah pulang mungkin mereka tidak akan dekat."
"Gosip apa, sayang?"
"Ck! Key, aku sedang lemas dan kepalaku sangat berat, tidak bisakah kau tidak banyak tanya? Padahal dirinya sendiri yang menyebarkan. Kalau saja aku tidak termakan gosip murahan darimu itu pasti Hanah akan hidup tenang!" Bita yang awalnya kesal dengan Raka kini beralih kesal pada kekasihnya, sedangkan Kehan semakin kebingungan tidak mengerti.
"Gosip murahan apa sayang? Kenapa kamu malah kesal padaku? Dimana salahku?" Bita membuang nafas frustasi, sebisa mungkin menahan kekesalannya agar Deka tidak terganggu dengan apa yang akan keluar dari mulutnya saat ini.
"Gosip tentang perempuan yang disukai Raka, kau kan menyebarkan gosip bahwa perempuan itu adalah murid dari kelas kita. Sudah, jangan tanya-tanya lagi!"
"Baiklah sebentar, untuk terakhir kalinya, aku tidak ingin kau marah denganku out of nowhere lagi, tapi aku ingin bertanya satu hal untuk yang terakhir, apa hubungannya hal itu dengan Kara?"
"Pertanyaan bodoh apa lagi itu sayaaaangg! Tentu saja karena pere-"
Deg!
"Maksudmu apa hubungannya dengan Hanah?" Lanjut Bita termangu, terkejut hingga saat ini ia menatap Kehan serius.
"Maksudku, apa hubungannya Hanah dengan gosip perempuan yang Raka sukai?" Mendengar itu, Bita menegang. Dia dengan cepat langsung beranjak dan menarik Kehan untuk keluar dari kamar Deka menuju ruang tamu.
"Maksudmu, perempuan, siswi yang Raka sukai di kelas kita dulu, bukan Hanah?" Tanya Bita kembali, berusaha mengumpulkan kewarasannya untuk dapat mencerna segala kenyataan yang sepertinya salah dan akan membuat ia pingsan kali ini.
Kehan nampak berpikir.
"Aku akui, Kara mempunyai pesonanya sendiri. Bohong jika aku bilang tidak ada yang menyukainya. Namun tipe Raka bukan yang seperti Kara. Dia menyukai perempuan yang ceria, senyumannya manis, ramah dan yang pasti lemah lembut. Kara mungkin hanya mencangkup beberapa dari tipe Raka, tapi bukan berarti perempuan itu dia. Aku hanya pernah mendengarnya mengatakan Kara seperti datang dari dunia lain, karena dia tidak tersentuh oleh orang-orang dari dunia ini. Raka juga tidak ingin berpacaran dengan perempuan yang terlalu menutup diri dan misterius. Oleh sebab itu aku semakin bingung saat mereka menjalin kasih, padahal saat reuni aku yakin melihat Raka dan dia pulang bersama dan aku yang menyaksikan Raka menyatakan cintanya lagi malam itu selesai reuni." Bita mulai bernafas berat.
"Lagi?"
"Iya, Raka pernah menyatakan cintanya sekali saat selesai prom, namun ditolak karena dia hendak sekolah ke luar negeri dan dia tidak ingin menjalin LDR. Dan Raka kembali menyatakan cintanya saat malam reuni, namun ditolak karena dia ternyata sudah bertunangan dengan seorang pengusaha dari tempat rantauannya."
"Siapa? Siapa dia yang Raka sukai jika itu bukan Hanah?" Tanyanya dengan raut wajah yang sudah pucat dan berkeringat dingin.
"Mona. Monatia Ayudian Sangkara. Dia cinta pertamanya Raka, putri dari Coach Andre, pelatih Raka di akademi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Leal
RomanceMalam yang sunyi itu menjadi saksi pertengkaran antara Deka dan Raka sekaligus menjadi saksi perpisahan mereka. Sebuah kisah dimana salah satu dari mereka berdoa pada sang malam untuk dapat mengulang takdir, agar semua yang harusnya menjadi masa dep...