46

1.8K 81 2
                                    

Raka terduduk lemas seperti seseorang yang tidak punya gairah hidup. Terhitung sudah 6 hari Deka tidak ada kabar dan Bita sama sekali tidak bisa di jangkau karena alasan pekerjaan. Dia sudah mencarinya ke apartemen, namun tidak ada jawaban hingga berjam-jam dia di sana. Dia bingung, apa salahnya? Apa dia sedang di buang tanpa penjelasan?

Memikirkannya saja membuatku marah. Batinnya.

Raka kembali menenggak minuman yang sedari tadi menemaninya. Berita tentang dirinya akan masuk ke tim nasional sudah tersebar, dia hendak merayakannya malam ini dengan semua teman-teman timnya, namun saat ini ia sedang tidak ingin diganggu oleh siapapun.

Saat ini ia sedang berada di salah satu Bar hotel bintang 5 di Jakarta. Ia berencana memanggil kedua sahabatnya kemari untuk menemani, sekaligus meminta Kehan untuk membawa Bita karena ia merasa ia akan gila jika terus seperti ini.

Brukh!

Kursi di depannya di duduki seseorang yang tak lain adalah Angga.

"Congratulation, bro!" Seru Angga seraya melakukan tos ala mereka. Angga berlagak seperti tidak terjadi apapun melihat kesedihan Raka. Ia hanya tersenyum dan memasang raut wajah normal seperti biasanya.

"Thanks" Jawab Raka singkat.

"Mana Kehan?" Lanjutnya bertanya saat Raka sudah memesan minumannya.

"Katanya otw tadi, aku sedang berada di dekat sini makanya cepat." Jawab Angga lancar, tanpa menunjukkan gelagat yang mencurigakan. Mendengar itu Raka hanya mengangguk dan kembali melanjutkan kegiatannya. Malam ini bisa dikatakan adalah malam terakhirnya bisa sebebas ini, setelahnya dia akan menjalani pelatihan ketat karena Coach yang sekarang melatih para tim nasional adalah Coach dari luar negeri dan terkenal akan ketegasannya.

"Bagaimana dengan Kara? Kau sudah mendapat kabar?" Tanya Angga membuat Raka lagi-lagi menunduk sendu. Padahal panggilan dan pesannya terkirim semua tanpa ada tanda-tanda nomornya mungkin saja di blokir. Namun panggilan itu tak pernah terangkat hingga dering terakhir berbunyi.

Apa dia memang sesibuk itu?

"Tenanglah, kita akan mencari tau saat Kehan sampai." Angga bertanya begitu semata-mata karena ia pun juga penasaran dengan kabar Deka. Pesannya yang ia kirim melalui instagram jelas-jelas sudah terbuka dan sudah pasti Deka melihatnya. Dan dia 100% yakin Deka hilang kabar karena sedang kecewa dengan Raka. Namun sangat aneh juga saat dia benar-benar tidak bisa dihubungi.

"Ku dengar kau akan kembali ke Italy?" Angga mengangguk. "Besok malam aku berangkat." Sahutnya saat ia selesai menenggak minumannya.

"Ngomong-ngomong kita berdua akan sibuk dan meninggalkan Kehan sendiri di sini." Angga terkekeh pelan. Kehan memang terlalu betah di Indonesia karena lidahnya tidak cocok dengan makanan-makanan luar.

"Kita kan tau dia norak." Raka tertawa sumbang, sepertinya dia sudah mabuk.

"Aku penasaran dengan satu hal, mengapa malam itu kau memintaku mendekati Kara?" Raka bertanya seraya merebahkan kepalanya ke meja, menatap kosong ke gelas Angga.

"Entahlah, mungkin karena aku merasa dia sedikit canggung di tengah teman-teman kita saat itu."

"Lalu? Apa hubungannya denganku" Raka terus menenggak minuman itu bahkan sampai tumpah dari gelasnya.

"Tidak ada alasan khusus, hanya kau yang pintar bergaul di antara aku dan Kehan. Bisa kau bayangkan jika Kehan yang ku minta menemani Kara? Bisa-bisa Kara muntah mendengar segala pembahasan absurd Kehan." Raka kembali terkekeh.

"Mengapa kau peduli dengan kekasihku?" Angga menghentikan gerakan kakinya. Ia menatap Raka yang sedang bersender ke sofa dengan mata yang hampir tertutup sempurna.

"Karena, aku mencintainya." Jawab Angga tanpa ragu tepat saat Raka mulai kehilangan kesadarannya. Angga tersenyum simpul dan mulai memanggil seseorang yang sedari tadi duduk tidak jauh dari tempatnya. Angga memberikan perintah untuk pria itu membantu memapah Raka, menuju tempat yang sudah ia siapkan.

Sesampainya di kamar, ia merebahkan tubuh Raka di kasur.

"Begini caraku membantumu, sisanya terserah bagaimana kamu." Ucap Angga pada seorang wanita yang sedang duduk menunggu hadirnya sedari tadi.

Sosok wanita itu pun beranjak dari duduknya dan berjalan menghampiri Raka yang sudah tergeletak tak sadarkan diri.

"Terima kasih, Ngga. Aku sudah tidak tau lagi bagaimana cara membuatnya berpaling dari Kara dengan cepat." Ucap Mona menatap Angga dengan lembut. Sedangkan Angga, ia berdecih jijik.

"Cepat selesaikan. Kau bisa menghubungi Alex jika ada apa-apa."

"Waahh, what did I missed?" Ucap sebuah suara dari arah pintu. Angga dan Mona seketika berbalik terkejut mendengar suara orang lain di ruangan itu.

Angga menatap marah sosok jangkung berwajah datar itu sedangkan Mona langsung menunduk takut.

Apa? Bagaimana? Batin Angga.

"Selamat datang Tuan Liam, saya sudah mengumpulkan mereka sesuai perintah anda." Ucap Alex yang membuat Angga seketika membola marah.

Dia di khianati.

LealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang