Malam yang sunyi itu menjadi saksi pertengkaran antara Deka dan Raka sekaligus menjadi saksi perpisahan mereka.
Sebuah kisah dimana salah satu dari mereka berdoa pada sang malam untuk dapat mengulang takdir, agar semua yang harusnya menjadi masa dep...
Liam memarkir mobilnya di area VVIP basement rumah sakit. Ia meraih beberapa paper bag dan messenger bag yang berisikan berkas-berkas kerjanya. Ia tersenyum lembut ketika menghirup wangi bouquet mawar putih yang sempat ia beli untuk Deka.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ku harap kau suka, batinnya.
Liam pun berjalan menyusuri lorong demi lorong hingga sampailah ia di ruangan rawan Deka.
"Pumpkin, I'm back." Liam langsung melangkah menuju kamar Deka, menemukan wanita itu sedang tertidur. Liam tersenyum tipis.
Liam meletakkan barang-barangnya di ruang tamu, mengambil vas dan menata bunga mawar itu di sana. Ia sudah terbiasa melakukan ini, karena sang bunda kerap melakukannya juga. Setelah selesai, ia pun hendak menaruhnya di jendela dekat kamar Deka.
"Liam? Is that you?" Terdengar suara khas bangun tidur Deka yang membuat Liam tersenyum geli.
"Yes, princess. It's me, I'm here." Deka masih berusaha membuka matanya karena masih mengantur akibat obat yang ia minum setelah makan siang tadi.
"Kau sudah minum obatmu?" Deka mengangguk lemah. Liam mengusap kepala Deka penuh sayang, berusaha membuatnya tertidur kembali, dan tak lama setelah itu, wanita itupun kembali tertidur. Liam mengecup dahi dan hidung mancung Deka pelan.
"Rest well, Hanah." Bisiknya dan kembali melayangkan kecupan singkat di pipi wanita itu. Liam melirik kedua pergelangan tangan Deka, borgol itu mencetak kemerahan pada kulitnya. Liam menatapnya sendu, dan bergumam maaf. Ia pun merogoh kunci borgol dari sakunya dan membuka belenggu yang mengikat wanitanya. Liam kembali mengecup kemerahan itu pelan, agar Deka tidak terbangun.
"Maafkan ketegasanku, aku tidak ingin kau kembali menyakiti dirimu sendiri namun tindakanku justru membuatmu sakit tanpa sadar. Maafkan aku." Ia meletakkan ponsel Deka di atas nakas, Bita yang menitipkannya karena ia sudah mengganti nomor ponsel Deka agar Raka tidak bisa menghubunginya.
Banana yang licik, sekarang kau benar-benar adikku, batinnya tersenyum puas.
Liam meraup wajahnya pelan, ia mengantuk namun banyak berkas yang harus ia baca.
"Aku mandi saja" Monolognya.
---
Deka membuka matanya pelan. Sudah malam, apa ia tidur selama itu? Entahlah, ia merasa tidurnya singkat dan cukup nyenyak hingga enggan untuk bangun terlalu cepat. Ia menyisir rambut panjangnya asal, cukup mengganggu karena kerap tertind- Tunggu, tanganku? Batinnya.
Sejak kapan borgolnya terlepas? Apa Liam yang melepaskan? Sejak kapan Liam melunak? Ia melirik ke pintu kamar yang tertutup setengah, ada cahaya remang yang menyeludup masuk ke kamarnya, seperti cahaya tv yang menyala di kegelapan malam.
Pasti Liam yang tidur dengan tv menyala, sebuah kebiasaan yang sangat boros.
"Jam berapa ini?" Monolognya, ia mencari jam dinding namun di ruangannya tidak ada, hingga tatapannya menangkap keberadaan benda pipih yang seharusnya tidak ada disana. Apa Bita kemari tadi? Ia meraih ponsel itu dan mendapati waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Ia membuka layar dan tidak menemukan pesan apapun dari Raka, apa dia sesibuk itu? Ia hendak menekan tombol hijau untuk memanggil Raka namun notifikasi instagramnya membuatnya urung. Ia tidak pernah menerima notifikasi instagram kecuali dari orang-orang terdekat yang ia ikuti.